Yang paling penting persaingan bisnis itu sehat. Tidak harus bersaing dengan luar, bersaing dengan pengusaha lokal bisa. Setidaknya siapapun yang menang devisanya masuk ke dalam negeri, bukan masuk ke luar negeri.
UKM ini harus menjadi fokus, karena mereka punya potensi sangat baik. Tetapi yang menjadi masalah adalah model-model bisnisnya masih ATP ( Amati, Tiru, Plek ). Tidak ada kreasi dan inovasinya. Tidak ada namanya brand yang dibangun tanpa diferensiasi yang kuat. UKM kita di Indonesia ini lemah di kemampuan dan kemauan riset. Baik itu riset pasar, riset produk maupun riset kemasan dan riset yang lainnya.
Seperti yang saya tulis di atas. Hanya segelintir UKM yang mempunyai kualitas. Intinya adalah di kemauan dan kemampuan. Jika mereka tidak mau mengasah sendiri secara maksimal. Maka yang itu tadi, usaha susah maju. Ujung-ujungnya tutup.
Ini bisa dilihat dari generasi kolonial yang usianya 35 tahun ke atas. Mereka malas belajar, enggan bertumbuh, tapi tukang ngeluh. Ini yang juga menjadi problem. Banyak yang bilang, jualan sekarang susah yah,, Ini kan mental-mental negatif. Seharusnya pola pikirnya harus dirubah.
Ini adalah masalah MENTAL bukan MODAL. Tentu ini generasi yang saat ini pasti lebih mudah untuk diajari. Apalagi saat ini perkembangan teknologi sangatlah cepat.
Kenapa ETOS BELAJAR dan ETOS KERJA kita rendah ?
Pertama. Belajar hidup organik dan menghargai organik itu seperti apa ? . Maksusnya adalah dimanjakan dengan kekayaan alam yang melimpah. Tidak mau berfikir lebih kritis lagi.
Menarik Untuk Ditonton : Cara Daftar NIB dan Izin Usaha
Kedua. Sistem perndidikan yang prosedural, bukan opsional yang membuat kemandirian belajar lemah. Contoh : guru mengajarkan ulang materi yang sudah ada pada buku yang siswa pegang. Memberi tugas yang serupa dari tahun ke tahun. Kalau opsional siswa lebih aktif belajar sendiri dan mengerjakan tugas sendiri. Ketika siswa bingung barulah guru menjelaskan.
Ketiga. Kompetisi di pasar lokal kurang. Bagaimanpun juga kompetisi itu melahirkan inovasi atau setidaknya diferensiasi. Tentu yang mengendalikan harus pemerintah. Intinya jangan sampai menjurus ke kapitalisme bisnis.
Keempat. Kultur yang kekeluargaan dan nrimo yang disalahkaprahkan. Sehingga menyebabkan kemalasan. Kecilkan angka cukupnya itu betul. Bantu orang lain untuk mendapatkan angka cukupnya. Bukan bermalas – malasan.
Kelima. Didikan orang tua yang salah kaprah. Misal, Nak, bapak itu dulu susah, bapak tidak pingin kamu susah. Kata-kata ini mungkin bisa diganti lebih membuat semangat anak-anaknya dalam belajar.
Apalagi sekarang impor barang sangat mudah, dan platform asing sangat mendominasi di Indonesia. Kalau kita bisa memanfaatkan platform digital tersebut dengan menjual produk lokal tidak masalah. Tapi pada prakteknya barang-barang impor dari China terutama sangat banyak.
Ada pertanyaan logis. Kenapa masyarakat China yang ada di Indonesia lebih sukses – sukses secara materi ?
Karena dulu tidak bisa menjadi pegawai negeri. Tapi kalau sekarang sudah enggak. Keterdesakan dan minoritas yang membuat mereka terus berjuang. Hingga saat ini turun temurun ke anak cucunya yang mempunyai mental yang sama. Mental pejuang untuk usaha. Oleh sebab itu genetika berdagang yang menurun di bawah sadar. Silahkan cek sendiri kebenarannya. Dan seperti itulah faktanya. Kemudian selain itu lingkungan yang membetuknya sejak dini.
Budaya hidup hemat sebelum kaya. Tidak mengubah gaya hidup meskipun udah memilki penghasilan lebih baik. Tetapi kelemahannya mereka adalah individualis dan perhitungan. Ini yang tidak berkah. Tapi kita bisa mencontoh etos semangat belajarnya. Semangat juangnya.
Semomga UKM kita bisa belajar dan bisa berkembang. Salam sukses, Salam Satoeasa Untuk Indonesia.
Menarik Untuk Dibaca : Strategi Mengembangkan Bisnis Jangka Panjang
Mau Konsultasi?