Dengan berbahan kayu-kayu balok kecil ini Ole mengajak anak-anak bermain membuat apapun yang diinginkan. Bangunan gedung, pesawat, dan lain sebagainnya. Mereka benar-benar menuangkan imajinasinya kedalam balok-balok kayu kecil tersebut.
LEGO ini berasal dari kata “Leg godt” yang artinya bermainlah dengan sebaik-baiknya. Mulai pada tahun 1949 LEGO berbahan plastik, balok-balok plastik tersbut bisa disusun menjadi apapun yang anak-anak mau. Ini sangat melatih imajinasi anak-anak dalam bermain. Melatih kreatifitas dalam sebuah permainan.
Akhirnya muncullah produk LEGO seperti castle, technic dan space. Semua itu membuat LEGO bisa menguasai pasar mainan anak-anak hingga tahun 2000 an. Tetapi dunia milenium pada waktu itu masuk, LEGO pun mulai terlupakan. Karena apa ?
Karena anak-anak sudah mulai mengenal video game. Tentu bisnis LEGO yang dipimpin oleh Kjeld Kirk Kristiansen menjadi goyah. Puncaknya LEGO pada tahun 2003 mencatatkan hutang sebesar USD 800 Juta setara Rp. 12,4 Triliun. Penjualan LEGO sampai menurun hingga 30%. Mereka terancam bangkrut saat itu.
Lantas, langkah apa yang Lego lakukan agar tidak sampai gulung tikar ?
Mereka melakukan perombakan total di dalam internal. Semua petingginya digantikan yang bukan dari keluarga keturunan Ole Kirk Christiansen. Pada waktu itu Kjeld Kirk Kristiansen menyerahkan kepemimpinannya kepada orang yang bukan keturunan pendiri Lego yaitu jorgen Vig Knudstorp.
Menarik Untuk Dibaca : Membangun Bisnis Minuman Hingga Ratusan Cabang
Knudstorp padahal masih 3 tahun bergabung di Lego. Tetapi dia memiliki jiwa pejuang yang tangguh. Dia sudah membawa Lego Groub kembali meraup untung pada tahun 2005. Dia terus melakukan pembenahan didalam proses produksi agar lebih efisiensi. Agar keuntungan itu terus berlanjut, para manager internal ditugaskan untuk melakukan efisiensi operasional.
Hal yang lain dilakukan adalah mengoptimasi Lego Light. Ini adalah sistem informasi yang dibuat untuk menstandarisasi proses, terutama di sektor keuangan dan penjualan. Lego Light berhasil dimanfaatkan untuk menerapkan sistem perencanaan sumber daya perusahaan atau Enterprise Resource Planning ( ERP ).
Pada tahun-tahun berikutnya Lego membuat sistem PLM ( Producy Life Cycle Management ) untuk mengcover lebih dari 80% kegiatan bisnis Lego.
Pada tahun 2015 Knudstorp menginstruksikan bahwa perusahaan perlu mengintegrasikan teknologi digital ke dalam strategi bisnis. “ Strategi digital sebagai entitas terpisah sudah tidak berlaku lagi. Salah satu dari empat pilar utama strategi Group Lego adalah mengintegrasikan teknologi digital ke dalam strategi bisnis.”
Dari situlah mereka membentuk tim khusus, yaitu para pakar di berbagai divisi. Tim itu tugasnya adalah menyusun proses kerja yang seragam di semua unit kerja. Mereka rutin bertemu untuk memastikan semua proses kerja mulai dari penjualan, manufactured sampai pengelola keuangan saling terhubung dengan baik.
Tim tersebut juga mengajarkan pengetahuan bisnis yang komprehensif terhadap semua karyawan. Itu membuat semua departement akur, tidak ada lagi Ego setoral yang kebanyakan terjadi di perusahaan besar. Mereka saling berbagi data, sehingga terjadi proses pengkayaan data. Dari banyak data tersebut manager bisa memutuskan untuk mengefisiensi proses bisnis.
Selain itu juga dibentuk tim Inovasi. Mereka terus melakukan riset untuk merespon perubahan yang terjadi. Mereka juga berinovasi untuk digitalisasi permainan lego dalam sebuah game. Karena saat ini anak-anak tidak lepas dari gadget dan internet. Ini adalah sebuah keniscayaan yang harus ditangkap mereka.
Lego juga membuka kantor-kantor di berbagai negara seperi Amerika dan Singapura. Model tempat kerjanya itu terbuka. Jadi tidak ada meja khusus untuk karyawan. Semua karyawan bisa menggunakan tempat, yang penting bisa mengakses internet. Dari situlah muncul budaya kolaborasi antar departement yang sangat baik. Dan sudah menjadi budaya.
Henrik Amsinck seorang CIO Lego mengatakan : Bagi saya, setiap hari disini seperti Natal, karena kolaborasi itulah yang membangun dan menjaga konsistensi di perusahaan kita.”
Lego terus mengembangkan bisnisnya. Terus melakukan digitalisasi dengan berbagai macam aplikasi. Hingga saat ini. Tentu produknya dibuat dengan melihat keinginan pasar. Seperti contoh produk Lego Minecraf yang langsung diminati oleh banyak anak-anak dan komunitas. Hingga server mereka lemah, saking banyaknya yang mengakses.
Transformasi digital sangat mengubah inti dari bisnis Lego. Ini dibuktikan dengan Lego sudah menikmati kembali laba bersih dengan rata-rata pertumbuhan tahunan sebesar 32,9%. Hasil penjualan Lego menembus USD 1 Miliar. Lego merajai pasar mainan di Eropa dan Asia serta menduduki posisi ketiga di Amerika Serikat.
Kecepatan arus perubahan yang muncul pada revolusi digital telah merubah cara kita berinteraksi, belajar, berkembang dan menjalani hidup secara keseluruhan.
Tapi dengan adanya revolusi digital kita jangan sampai kehilangan jati diri. Seperti halnya nya Lego. Mereka terus konsisten dalam bisnisnya. Bisa menyatukan antara Lego nyata dan digital.
Dari Lego kita bisa lebih belajar mengenai bisnis di era digital. Sangat dibutuhkan sebuah perencanaan, kreatifitas dan fleksibilatas
Salam sukses, salam Satoeasa untuk Indonesia.
Menarik Untuk Ditonton : Cara Mulai Bisnis Dari Nol
Mau Konsultasi?