Dunia Bisnis ~ Kebangkitan pesat perusahaan kecerdasan buatan asal Tiongkok, DeepSeek, menggemparkan dunia teknologi dan menjadi peringatan keras bagi Silicon Valley. Amerika Serikat tengah kebakaran jenggot karena AI buatan China ini mengguncang industri teknologi tinggi, bahkan di tengah boikot dan pembatasan ketat dari pemerintah AS. DeepSeek membuktikan bahwa membuat AI canggih tidak memerlukan investasi miliaran dolar seperti yang selama ini digembar-gemborkan oleh Sam Altman, pendiri OpenAI.
Hanya dalam satu hari sejak kemunculannya, nilai saham perusahaan chip dan teknologi AI di AS anjlok, termasuk Nvidia yang kehilangan 600 miliar dolar nilai pasarnya, sementara Google, Microsoft, hingga penyedia pusat data ikut terdampak. Ini bukan sekadar persoalan bisnis, tetapi juga pertarungan geopolitik yang memanas. Sebab, AI bukan hanya teknologi, melainkan alat untuk menguasai masa depan ekonomi dan keamanan global.
Menarik Untuk Dibaca : Jangan Menunda
Ketegangan AS–China dalam teknologi dimulai sejak era Donald Trump yang membatasi akses Tiongkok terhadap chip canggih—komponen penting dalam pengembangan AI. Di bawah pemerintahan Joe Biden, larangan itu diperketat. Namun, pada 20 Januari 2025, bertepatan dengan pelantikan kembali Donald Trump sebagai presiden, China meluncurkan DeepSeek. Menurut Gregory C. Allen, pakar AI dari Center for Strategic and International Studies, tanggal peluncuran tersebut sangat politis: China ingin menunjukkan bahwa upaya AS memblokir teknologi mereka adalah sia-sia. DeepSeek lahir dari perusahaan kecil di Hangzhou dengan dana terbatas—hanya 6 juta dolar AS—tanpa akses ke chip Nvidia H100 yang mahal. Namun mereka berhasil menciptakan AI yang mampu menyaingi OpenAI dan Google, berkat efisiensi pemrograman, matematika canggih, dan teknik pelatihan hemat daya dan memori. Bahkan lebih hebatnya lagi, DeepSeek bersifat open-source, berbeda dengan AI eksklusif buatan AS, dan langsung menjadi aplikasi AI gratis paling banyak diunduh di App Store Amerika.
Keberhasilan DeepSeek menggemparkan pasar saham teknologi AS. Indeks semikonduktor anjlok 9,2%, Nvidia kehilangan 600 miliar dolar, sementara perusahaan seperti AMD, Broadcom, TSMC, hingga Microsoft dan Google ikut terdampak. Pasar mulai sadar bahwa AI tak harus mahal dan tak lagi eksklusif bergantung pada perangkat keras AS. DeepSeek hanya menggunakan sekitar 2.000 chip kelas atas, dikombinasikan dengan ribuan chip kelas bawah, jauh lebih efisien dibanding OpenAI yang butuh 16.000 chip kelas atas. Mereka juga mengembangkan teknik baru pelatihan AI yang mempercepat komunikasi antar-chip, menghemat energi, dan tidak memerlukan daya komputasi besar. Marina Zhang dari University of Technology Sydney menyebut bahwa boikot AS justru membuat China semakin kreatif dan membangkitkan potensi teknologi mereka sendiri.
Munculnya DeepSeek menandai lahirnya generasi baru pengusaha teknologi di China—para peneliti muda berusia di bawah 35 tahun, dididik dari universitas elite, yang lebih fokus pada riset jangka panjang dibanding mengejar keuntungan cepat. DeepSeek, yang hanya dikelola oleh 140 orang, dipimpin oleh Langang Wang Fang, lulusan Universitas Zhejiang yang dikenal kutu buku. Ia gigih mempertahankan DeepSeek sebagai platform open-source karena percaya kolaborasi komunitas adalah kunci inovasi. Bagi Wang Fang, tantangan AI China bukan sekadar mengejar Barat, tapi melampauinya dan menemukan identitas sendiri. Maka tak heran, DeepSeek menjadi bukti bahwa AI canggih bisa dikembangkan dengan biaya 20–40 kali lebih murah daripada OpenAI.
Kondisi ini membuat raksasa teknologi AS gelisah. Sam Altman menyebut DeepSeek sebagai ancaman langsung. Eric Schmidt, mantan CEO Google, mengakui China telah mempersempit kesenjangan teknologi dengan sangat cepat. Tanggapan AS pun keras—Trump menyebutnya sebagai wake-up call dan langsung menginisiasi proyek Stargate, investasi 500 miliar dolar melibatkan Softbank, OpenAI, Oracle, dan Nvidia untuk membangun infrastruktur AI berskala besar di Texas. Tak mau kalah, Alibaba merespons lewat model AI Quen 2.5 Max yang mereka klaim melampaui DeepSeek v3, GPT-4.0, dan LLaMA 3.1—walau masih sebatas klaim sepihak.
DeepSeek adalah pengingat klasik bahwa kreativitas sering lahir dari keterbatasan. Ketika akses ditutup, China menciptakan jalannya sendiri—dari memanfaatkan stok chip A100 hingga mengembangkan teknik efisiensi baru. Pola ini bukan hal baru: sebelumnya, ada BYD di industri mobil listrik dan Huawei di dunia telekomunikasi yang berkembang meski diembargo. DeepSeek adalah lanjutan dari pola itu—bangkit dalam tekanan dan membangun alternatif. Ini mencerminkan mentalitas bangsa yang tak menunggu keajaiban, tapi menciptakannya. Dulu dunia melihat China sebagai pabrik dunia, kini sebagai laboratorium inovasi global.
Indonesia bisa belajar banyak dari sini. Kita dulu pemimpin dunia berkembang, menggagas Konferensi Asia-Afrika, menjadi inspirasi negara-negara yang ingin mandiri dari dominasi ekonomi negara maju. Tapi peta dunia telah berubah: kini bukan soal siapa yang unggul lebih dulu, melainkan siapa yang menguasai teknologi penentu masa depan. Dunia sedang berlomba membangun AI, energi terbarukan, dan industri digital. Indonesia tak boleh hanya menjadi pasar inovasi orang lain. DeepSeek telah membuktikan: ketika satu pintu tertutup, pintu lain bisa diciptakan.
Menarik Untuk Ditonton : Batik Manunggal
Mau Konsultasi?