Industri makanan, minuman, kosmetik, obat-obatan, dan produk kesehatan lainnya di Indonesia sedang mengalami penyesuaian besar-besaran di awal tahun 2024. Hal ini disebabkan oleh adanya update terbaru regulasi kemasan dari BPOM 2024–2025 yang telah diumumkan secara resmi. Update ini menjadi perhatian serius para pelaku usaha karena menyangkut kelayakan produk yang beredar di pasaran.
BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) sebagai otoritas utama yang mengatur pengawasan produk konsumsi masyarakat telah memperketat regulasi terutama dari sisi kemasan. Hal ini dilakukan sebagai respons terhadap perkembangan global, meningkatnya kesadaran konsumen akan keamanan dan kesehatan, serta meningkatnya tren keberlanjutan lingkungan (sustainability).
Dalam artikel ini, kita akan membahas secara lengkap dan mendalam mengenai peraturan kemasan terbaru dari BPOM untuk periode 2024 hingga 2025, termasuk latar belakang, poin-poin utama yang berubah, dampaknya terhadap pelaku usaha, serta tips bagaimana para pemilik brand dapat menyesuaikan diri agar tetap patuh terhadap aturan BPOM terbaru ini.
Setiap tahun, BPOM melakukan evaluasi terhadap regulasi yang sudah ada dengan menyesuaikannya pada kondisi sosial, ekonomi, dan kesehatan masyarakat. Perubahan regulasi pada tahun 2024 ini merupakan salah satu yang paling signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Ada beberapa faktor utama yang mendorong perubahan tersebut.
Pertama, meningkatnya kasus penipuan label dan informasi gizi palsu yang merugikan konsumen. Banyak ditemukan produk yang tidak mencantumkan informasi yang jelas, atau bahkan mencantumkan klaim yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Kedua, meningkatnya penggunaan kemasan plastik yang tidak ramah lingkungan. Tren global sedang bergerak menuju bahan kemasan yang lebih sustainable, dan Indonesia ikut berperan dalam upaya ini dengan menerapkan peraturan yang lebih ketat terhadap jenis bahan kemasan.
Ketiga, tuntutan konsumen akan transparansi informasi semakin tinggi. Masyarakat ingin tahu lebih detail mengenai apa yang mereka konsumsi, termasuk bahan baku, proses produksi, dan bahkan asal usul bahan.
Dengan latar belakang ini, BPOM merasa perlu melakukan pembaruan terhadap regulasi kemasan agar lebih relevan, aman, informatif, dan ramah lingkungan.
Dalam regulasi baru ini, terdapat beberapa perubahan dan penambahan aturan penting yang perlu diketahui oleh semua pelaku usaha. Berikut beberapa di antaranya:
Pertama adalah kewajiban pencantuman QR Code pada label produk. QR Code ini harus terhubung ke database BPOM yang menampilkan detail legalitas produk, nomor izin edar, dan informasi tambahan seperti kandungan bahan serta sertifikasi halal (jika ada). Ini untuk memastikan kepercayaan publik dan memperkuat sistem traceability produk.
Kedua, perubahan format label informasi gizi. Label gizi kini harus ditampilkan dalam bentuk grafik visual seperti “tabel nutrisi harian” yang lebih mudah dibaca, dengan batasan warna tertentu untuk menandai kadar gula, garam, dan lemak.
Ketiga, pelarangan penggunaan klaim kesehatan berlebihan. Misalnya, produk tidak boleh mengklaim “menyembuhkan penyakit” kecuali sudah ada bukti ilmiah dan telah mendapat persetujuan khusus dari BPOM.
Keempat, penggunaan kemasan biodegradable atau daur ulang mulai diberlakukan secara bertahap. Untuk awal 2024, perusahaan besar diwajibkan menggunakan minimal 30% bahan kemasan ramah lingkungan, sementara UMKM diberikan masa transisi hingga akhir 2025.
Kelima, penegasan terhadap bahasa yang digunakan dalam label kemasan. Label harus menggunakan bahasa Indonesia yang jelas, meskipun ada keterangan tambahan dalam bahasa asing. Hal ini untuk menghindari salah persepsi dari konsumen lokal.
Perubahan peraturan ini tentu saja membawa tantangan tersendiri bagi pelaku usaha, baik perusahaan besar maupun UMKM. Salah satu tantangan utamanya adalah penyesuaian desain kemasan dan biaya produksi.
Biaya untuk mencetak ulang label, membeli mesin pencetak QR Code, atau bahkan mengganti bahan kemasan menjadi lebih ramah lingkungan tentu bukan hal kecil. Namun, di sisi lain, regulasi ini juga membuka peluang untuk meningkatkan kredibilitas dan daya saing produk di pasar.
Banyak konsumen kini lebih memilih produk yang informatif, transparan, dan mendukung lingkungan. Jadi meskipun di awal terasa berat, namun penyesuaian terhadap aturan BPOM terbaru ini bisa menjadi langkah strategis dalam membangun brand yang lebih terpercaya.
Bagi UMKM, BPOM sendiri telah menyiapkan sejumlah pendampingan dan pelatihan agar mereka tidak tertinggal. Mulai dari sosialisasi peraturan, workshop desain label, hingga bantuan teknis untuk membuat kemasan yang sesuai regulasi kemasan BPOM 2024.
Agar tidak tertinggal dan tetap patuh terhadap peraturan kemasan terbaru, para pelaku usaha bisa melakukan beberapa langkah strategis.
Pertama, lakukan audit kemasan dan label yang sedang digunakan saat ini. Cocokkan dengan poin-poin dalam regulasi terbaru. Jika ada yang belum sesuai, segera rancang perubahan.
Kedua, bangun kerja sama dengan desainer dan produsen kemasan yang sudah berpengalaman dalam membuat kemasan sesuai aturan BPOM terbaru.
Ketiga, manfaatkan teknologi digital untuk membuat QR Code dinamis dan mudah diakses. Pastikan link-nya aktif, tidak rusak, dan berisi informasi yang benar dan relevan.
Keempat, edukasi tim internal dan mitra usaha terkait pentingnya kepatuhan terhadap regulasi. Tidak hanya divisi legal atau produksi, tetapi juga tim pemasaran dan distribusi perlu memahami aturan ini.
Dan yang terakhir, terus ikuti update dari BPOM. Karena regulasi bisa terus mengalami penyesuaian, penting untuk tetap up to date dan tidak mengandalkan informasi dari sumber yang belum resmi.
Mau Konsultasi?