Produsen-produsen chip semikonduktor bergulat ketat supaya bisa merajai pasar chip yang menggiurkan. Siapa mereka ?
Intel. Samsung, Qualcomm, Micron, SKhynix dan Nvidia. Merekalah para produsen yang sedang bergelut mengadu inovasi dan strategi di pasar chip semikonduktor global.
Kita lihat dari Intel, mereka berinvestasi besar-besaran dalam mengejar ketertinggalannya di bidang AI. Sedangkan samsung pun sama, juga menginvestasikan banyak untuk mempertahankan chip mereka.
Qualcom juga bergerak ke chip untuk kebutuhan otomotif. Micron dan SKhynix berfokus pada produksi chip memori DRAM dan NAND flash. Keduanya bisa meningkatkan kenyamanan dalam kecepatan dan penyimpanan sambil mereka memikirkan bagaimana caranya untuk menurunkan biaya produksi.
Sedangkan Nvidia terus bergerak mengembangkan AI dan mesin Learning. Baru – baru ini mereka meluncurkan Chip Blackwell yang diakui sebagai chip tercanggih. Chip ini digunakan untuk melakukan tugas komputasi 30 kali lebih cepat.
Selain bersaing, mereka sebenarnya juga ada yang bermitra. Misal Intel dan Qualcom merek sering berkolaborasi dengan pihak lain untuk memasarkan produksinya ke berbagai sektor. Sedangkan Nvidia mengakuisisi Arm untuk memperluas pasarnya di seluler dan IoT.
Menarik Untuk Dibaca : Pemenang dan Pecundang di Tahun Politik
Tidak hanya para perusahaan yang bersaing, sekarang juga sudah antar negara yang tentunya ada muatan politik didalamnya. Misal China dan Amerika beradu teknologi dan mereka saling memproteck diri untuk sumber-sumbernya.
Amerika baru-baru ini mengumumukan Chips dan science Act 2022 yang ditunjukkan untuk menghidupkan kembali kemampan manufaktur semikonduktornya dan memperkuat ranta pasok.
Pun China juga tidak tinggal diam. Bahan-bahan utama pembuatan chip mereka kontrol untuk pasokannya. Juga terus mengembangkan chip semikonduktornya untuk terus mengikuti kebutuhan teknologi.
Negara-negara Uni Eropa tentu tidak mau terjebak dalam persaingan Amerika dan China. Mereka lebih terbuka untuk bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan internasional. Karena mereka sangat bergantung ketersedian chip untuk otomotifnya di Asia.
Negara Taiwan dan Korea Selatan tentu akan terseret dalam perang dingin ini. Terutama negara Taiwan ini 90% produksi terbesar chip di dunia. Sedangkan Korea Selatan dengan Samsung nya mereka sudah menguasai pasar chip. Mereka sangat didukung pemerintah untuk melakakan penelitian dan pengembangan teknologi.
Negara memang punya kepentingan dalam menguasai teknologi. Tujuannya untuk mempengaruhi geo politik dan sosial budaya. Sebagai contoh pada abad ke 15 dulu. Johanes Gutenberg seorang penemu mesin cetak. Dari penemuannya ini bisa kita ambil sebuah pelajaran. Apa itu ?
Mesin cetak tidak hanya merevolusi cara manusia menyebarkan pengetahun, melainkan juga memicu terjadinya reformasi Protestan, yang mengubah strktur kekuasaan di Eropa.
Selain itu pengembangan teknologi nuklir setelah perang dunia 2 yang digunakan untuk kebutuhan militer negara-negara super power.
Bedanya dengan perang dunia 2 dengan perang sekarang adalah bukan pada fisik. Tapi pada kecanggihan teknologi yang dimiliki.
Klaus Scweb seorang Presiden Eksekutif Ekonomi Dunia mengatakan : “ Di dalam revolusi industri keempat, teknologi digital, fisik, dan biologi telah berkonvergensi. Inovasi seperti internet of things ( IoT ), kecerdasan buatan ( AI ), robotik, nanoteknologi, bioteknologi, energi terbarukan, dan peyimpanan energi telah bertransformasi menjadi kekuatan yang menggerakan ekonomi global. Dan semikonduktor adalah ‘otak’ dan pusat syaraf dari hampir semua teknologi canggih tersebut.”
Oleh sebab itulah chip semikonduktor sangat penting dan menjadi objek yang diperebutkan. Sekarang semua alat pasti ada chipnya. Mulai dari smartpohone, laptop, alat-alat elektronik lainnuya.
Sebgai contoh Chip Memori yang berfungsin untuk menyimpan data, bersifat sederhana dan diperdangangkan seperti komoditas. Chip Logika, otak perangkat yang menjalankan program, bersifat lebih kompleks dan harganya lebih mahal.
Kedua chip tersebut sangat langka ketika pandemi. Setelah pandemi baru mulai bisa didistribusikan. Nah, ada sektor yang sejak pandemi kekurangan pasokan, yaitu di bidang otomotif.
Kesimpulannnya permintaan chip itu sangat banyak, tapi yang memproduksi terbatas. Ini lah yang menjadi alasan utama persaingan di bidang chip semikonduktor.
Pada tahun 2019 industri chip secara global bernilai USD 412 miliar atau 6.600 triliun. Sedangkan ditahun 2022 nilanya melonjak menjadi USD 580 miliar atau sekitar 9.400 triliau. Dan diperkirakan pada tahun 2030 nilai industri ini akan mencapai triliuan US dolar.
Tekadang juga lucu jika antar negara itu saling bersaing atau saling mengisolasi. Karena membuat chip semikonduktor itu sangat ketergantungan dari berbagai negara. Mulai desain chip yang dibuat di Belanda, terus nanti Taiwan akan memproduksinya, setelah bahan-bahannya kan dari Amerika juga. Setelah chip jadi , China merakitnya menjadi sebuah perangkat komputer atau lainnya. Ini sebebarnya saling ketergantungan.
Niclas Poitiers dari lembaga riset brueguei mengatakan : “ Kita melihat ada pembagian kerja secara global, dengan negara dan ekonomi yang berbeda memainkan peras spesifik dalam rantai nilai.”
Sudah seharusnya Indonesia juga menjadi bagian perkembangan teknologi global saat ini. Dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada, pasti Indonesia bisa. Dengan strategi dan kerjasama pendidikan, industri dan pemerintah pasti akan melahirkan sebuah kemandirian teknologi.
Menarik Untuk Ditonton : Cara Optimasi Google Profil Bisnis
Mau Konsultasi?