Sering kali, event hanya dianggap sebagai kegiatan rutin, tanpa menggali lebih jauh bagaimana dampak signifikan yang bisa dicapai bagi bisnis, seperti peningkatan penjualan. Biasanya, di setiap perusahaan ada tim marketing khusus yang bertanggung jawab mengelola event, misalnya event manager atau event supervisor, atau bisa juga dalam posisi yang dirangkap dengan titel brand activation atau lainnya. Banyaknya perusahaan event organizer yang berkembang juga menunjukkan bahwa ini adalah bisnis besar dengan permintaan yang tinggi.
Walaupun efektivitas dan ROI event sempat diragukan terutama dengan munculnya teknologi digital marketing, saat ini banyak perusahaan digital besar pun turut mengadakan event sebagai bagian dari aktivitas pemasaran mereka. Namun, penjelasan mendetail tentang apa saja manfaat event bagi brand sering kali masih bersifat normatif, seperti “untuk meningkatkan awareness” atau “membangun engagement,” yang sering kali masih terbatas pada penjelasan di permukaan dan belum menyentuh esensi dari manfaat yang sebenarnya. Tanpa pemahaman yang jelas, sulit merancang event yang mampu memberi dampak nyata bagi bisnis.
Manfaat pertama event adalah awareness. Meski terdengar normatif, suka atau tidak suka, event memang membangun awareness dalam berbagai cara. Pertama, awareness bisa didapat dari publikasi pre-event, di mana promosi tentang event dilakukan dengan nama brand yang menempel pada nama event atau disebut juga titling. Hal ini memberikan brand awareness yang sangat besar. Contohnya adalah Gaikindo International Auto Show (GIIAS), yang mengangkat awareness terhadap asosiasi Gaikindo meski bukan consumer brand.
Menarik Untuk DIbaca : Jebakan Komoditas
Contoh lain, BNI yang sudah lama konsisten mendukung Java Jazz Festival sehingga mampu membangun awareness yang kuat terhadap brand BNI. Kedua, awareness yang dihasilkan selama event berlangsung memang umumnya terbatas pada peserta yang hadir, namun kualitas awareness yang dihasilkan biasanya lebih baik. Selain itu, event bisa diperluas melalui media sosial, dengan mendorong pengunjung membagikan momen mereka di media sosial, sehingga jangkauan awareness semakin besar. Awareness semacam ini membantu menjaga brand tetap familiar di benak konsumen, dan secara ilmiah, manusia cenderung memilih brand yang sudah dikenal atau dikenal sebagai mere exposure effect.
Manfaat kedua event adalah association. Brand perlu membangun asosiasi yang relevan, karena asosiasi ini berfungsi sebagai trigger yang membantu konsumen mengingat brand. Misalnya, jika kita menyebut Ferrari, asosiasi yang muncul adalah sport, gengsi, warna merah, dan kecepatan.
Begitu juga ketika kita memikirkan warna merah atau kecepatan, brand Ferrari akan mudah direcall. Event adalah cara efektif untuk membangun asosiasi seperti ini, sebab event punya kualitas engagement yang tinggi. Banyak brand besar yang secara konsisten menggunakan event untuk membangun asosiasi, misalnya Coca-Cola yang rutin mensponsori event olahraga besar seperti Piala Dunia dan Olimpiade untuk membangun asosiasi dengan kebahagiaan dan kebersamaan. Krating Daeng yang sering terlibat dalam acara extreme sports membangun asosiasi dengan energi dan semangat, serta Rolex yang mendukung event olahraga premium seperti tenis dan golf untuk menegaskan citra sebagai jam tangan premium.
Walaupun produk Cola seperti Coca-Cola tidak memiliki hubungan langsung dengan kesehatan yang sering diasosiasikan dengan olahraga, mereka tetap memanfaatkan event untuk membangun asosiasi yang relevan. Meski suatu saat pernah terjadi insiden seperti ketika Cristiano Ronaldo meminggirkan produk Cola di konferensi pers, brand seperti Coca-Cola tetap konsisten dalam menciptakan asosiasi yang diinginkan. Hal yang sama terjadi pada Krating Daeng dan Rolex, di mana keduanya mensponsori event-event yang mendukung asosiasi brand mereka meskipun tidak memiliki hubungan langsung dengan produknya.
Memang benar, membangun asosiasi brand melalui event adalah strategi yang efektif, seperti yang dilakukan oleh Pocari Sweat yang konsisten membangun asosiasi dengan aktivitas fisik, khususnya olahraga lari. Selain melalui event, asosiasi brand sebenarnya bisa dibangun melalui iklan, pesan dalam konten, dan berbagai saluran komunikasi lain.
Namun, event memiliki keunggulan tersendiri karena lebih kuat dampaknya, sebab publik menilai brand dari apa yang dilakukan, bukan hanya dari pesan yang disampaikan lewat iklan atau konten. Maka, strategi yang lebih efektif adalah memadukan event dengan aktivitas komunikasi lain agar dampak asosiasi semakin kuat.
Manfaat ketiga dari event adalah product experience. Hal ini sulit dicapai melalui channel lain kecuali event. Melalui event, pengalaman produk menjadi lebih nyata karena melibatkan interaksi langsung dengan konsumen. Studi menunjukkan bahwa pengalaman sensoris yang diberikan dalam event dapat membawa konsumen lebih dekat ke tahap pembelian.
Contohnya, konsumen yang melakukan test drive mobil memiliki kemungkinan 50% lebih tinggi untuk membeli dibanding yang tidak test drive. Itulah sebabnya banyak brand otomotif mendorong calon konsumen untuk test drive, dan hal ini juga berlaku pada produk seperti rumah, di mana show unit diadakan agar konsumen bisa merasakan langsung. Pada produk elektronik pun sama; toko gadget menyediakan display agar pengunjung bisa mencoba produknya langsung.
Mengapa product experience efektif dalam mendorong pembelian? Salah satunya karena pengalaman sensoris membantu membentuk memori yang lebih kuat di benak konsumen. Memori yang didukung oleh pengalaman langsung lebih sulit dilupakan. Begitu pula dengan pembelian yang lebih sering terjadi setelah konsumen “merasakan” atau membayangkan pengalaman positif terkait produk. Kebanyakan keputusan pembelian berawal dari memori positif yang dibentuk dari pengalaman atau asosiasi yang menyenangkan. Misalnya, saat seseorang membeli mobil, ia sudah memiliki memori atau gambaran tentang kesenangan atau gengsi yang bisa dirasakan saat mengendarai mobil tersebut.
Perlu dipahami bahwa memori konsumen terkait produk sering kali terbentuk dari interaksi antara sensory (indra), emotion (emosi), dan memory (ingatan). Ketiganya adalah elemen yang saling menguatkan, terutama dalam konteks pengalaman langsung seperti event. Ketika ketiganya hadir bersamaan, ingatan tersebut menjadi sangat kuat.
Event memungkinkan ketiga elemen ini berperan, karena konsumen bisa terlibat secara langsung dalam face-to-face interaction dan sensory engagement. Sensory experience yang nyata ini lebih mudah memicu emosi positif, misalnya ketika menonton konser langsung yang lebih menyenangkan dibanding menonton video konser di YouTube, atau saat test drive mobil yang lebih kaya akan pengalaman dibanding sekadar menonton video review.
Selain itu, event juga berkontribusi dalam membangun social influence. Pengalaman yang kuat dan emosional sering kali mendorong konsumen untuk membagikan dan merekomendasikan kepada orang lain. Misalnya, setelah menonton konser, orang cenderung membagikan momen tersebut di media sosial, berbeda dengan sekadar menonton video konser di YouTube. Begitu pula dengan test drive mobil baru yang memberikan impresi lebih nyata dan berkesan sehingga konsumen lebih antusias merekomendasikan kepada teman atau kerabat.
Mengingat berbagai manfaat ini, event layak dipertimbangkan dalam strategi marketing karena mampu mendorong social influence yang lebih kuat dibanding konten biasa. Namun, tidak semua event akan menghasilkan dampak yang sama. Brand perlu mempertimbangkan beberapa hal, seperti tujuan yang ingin dicapai, jenis asosiasi yang ingin dibangun, serta strategi engagement agar mendapatkan manfaat maksimal. Jika hanya sekadar memasang logo, hasil yang diperoleh mungkin hanya awareness saja. Namun, untuk hasil yang lebih dari itu, perlu dirancang dengan matang terkait pengalaman, aktivitas, dan social influence yang ingin dibangun melalui event tersebut. Pahami benefit yang bisa diperoleh dari setiap event, sehingga keputusan untuk berinvestasi dalam event menjadi lebih tepat.
Untuk membangun asosiasi, event memang terbukti ampuh. Misalnya, brand seperti Pocari Sweat konsisten membangun asosiasi dengan aktivitas fisik seperti lari. Meski ada cara lain untuk membangun asosiasi, seperti melalui pesan iklan atau konten, event menghasilkan kualitas asosiasi yang lebih kuat karena lebih konkret—orang menilai dari apa yang dilakukan, bukan sekadar yang dikatakan. Iklan dan konten ibarat hanya “omongan,” sedangkan event adalah “aksi.” Asosiasi akan lebih kuat lagi jika dilakukan secara multiple: diomongkan iya, dilakukan juga iya.
Selanjutnya, manfaat ketiga event adalah product experience. Ini merupakan keunggulan yang sulit diberikan oleh channel lain, karena berhubungan dengan pengalaman offline yang langsung. Studi menunjukkan bahwa sensory experience dapat mendekatkan konsumen pada keputusan pembelian. Contoh, konsumen yang melakukan test drive mobil memiliki peluang 50% lebih besar untuk membeli dibandingkan mereka yang tidak. Hal ini membuat banyak sales otomotif gencar menawarkan test drive, dan di dunia properti, penjual sering membuat show unit agar calon pembeli bisa langsung merasakan produknya. Di toko gadget, perangkat elektronik pun disediakan untuk dicoba langsung.
Pengalaman produk ini penting karena keputusan pembelian sering kali dipengaruhi oleh memori sensorik dan emosi. Contohnya, saat kita membeli pakaian, sering kali kita merasa lebih yakin setelah menyentuh bahannya. Pada akhirnya, keputusan pembelian sangat didorong oleh positive memory atau memori positif yang kita miliki terhadap produk atau brand tersebut. Pengalaman produk yang membekas ini menciptakan imaginary pleasure yang akan diingat saat membuat keputusan pembelian. Sensory memory, emotion, dan memori positif saling mempengaruhi dalam membangun asosiasi yang kuat terhadap suatu produk.
Event memungkinkan sensory engagement lebih nyata, karena ada interaksi tatap muka dan engagement langsung yang membuat pengalaman terasa lebih tangible atau nyata. Hal ini berbeda dibandingkan dengan pengalaman yang kita dapatkan saat menonton konten online, misalnya. Test drive mobil, misalnya, lebih kaya akan experience daripada sekadar menonton video test drive. Kualitas engagement ini membuat cost per engagement di event memang lebih tinggi daripada online, karena kualitas experience-nya juga jauh berbeda. Selain itu, event menciptakan social influence yang lebih kuat, mendorong orang untuk membagikan pengalaman mereka di media sosial, terutama setelah merasakan pengalaman langsung seperti menonton konser atau test drive.
Social influence ini berbeda dengan pengalaman yang didapat melalui video di YouTube, yang bisa diakses siapa saja. Dorongan untuk berbagi menjadi lebih kuat ketika event menghadirkan pengalaman yang kuat secara emosi dan sensorik. Oleh karena itu, event dapat menjadi elemen penting dalam strategi marketing untuk mendorong rekomendasi, membangun influence, dan menciptakan keterlibatan yang lebih kuat dibanding konten biasa.
Namun, tidak semua event memberikan hasil yang sama. Agar event efektif, brand harus mempertimbangkan berbagai aspek seperti titling, product experience, aktivitas, engagement, dan bagaimana menciptakan social influence. Jika hanya asal ikut event, maka hasilnya pun cenderung standar. Dengan memahami berbagai manfaat event ini, brand bisa membuat keputusan yang lebih baik apakah event tersebut layak untuk diinvestasikan sebagai bagian dari strategi marketing mereka atau tidak.
Menarik Untuk Ditonton : Cara Membuat Poster di Canva
Mau Konsultasi?