Bagaimana sih cara menghitung atau mentukan gaji untuk owner? Mungkin hal itu termasuk pertanyaanmu sobat pengusaha. Memang wajar sih, jika sobat masih sebagai pelaku usaha pemula, dimana omset masih belum stabil namun juga perlu mendapatkan pendapatan untuk diri sendiri pasti pertanyaan tersbut sering terbersit.
Loh bukannya ini hasil usahaku, berarti semuanya miliku dong?
Tak jarang pula pelaku usaha pemula ini berpikiran demikian, dimana dia merasa mengusahai dan boleh menghabiskan semua hasil dari aktifitas usahanya. Padahal, untuk mengembangkan bisnis ia juga perlu tambahan modal. Jika semua kita gunakan/pakai maka bagaimana bisnis kedepan akan dikembangkan. Maka dari itu, perlu sekiranya kita mengatur keuangan usaha kita termasuk pula dengan mulai menggaji diri sendiri agar usaha masih punya arus kas yang nantinya dapat diputar.
Lantas berapa uang yang pas untuk menggaji diri sendiri sebagai owner usaha? Berikut tipsnya!
Ngomongin soal tingkat ideal bearan gaji pemilik usaha tentu sangat beragam dan tergantung dari bidang usaha dan skala usahanya. Tapi setidaknya kami bisa memberi gambaran dengan pola umum sebagai berikut:
Untuk bisnis perdagangan yang menjual produk durable (atau tahan lama: seperti baju, furniture, dll), margin kotor yang perlu diambil cukup tinggi, bisa 30-100%. Jadi harga beli barang dari mitra pemasok misalnya 100, maka harga yang ditawarkan ke konsumen 130-200. Kenapa? Karena biaya tetapnya mahal, sewa toko, gudang penyimpanan, karyawan buat jaga, dan frekuensi orang beli tidak sering, walau sekali transaksi besar.
Untuk bisnis perdagangan dengan produknya fast moving (berputar cepat, seperti barang-barang kebutuhan sehari-hari yang biasa ditemui di toserba), untungnya biasanya lebih tipis dikisaran 5-20% namun dia mengandalkan frekuensi transaksi yang sering. Atau ada yang bilang dengan istilah faktor pengali yang tinggi.
Untuk bisnis produksi (industri) yang mengolah bahan baku menjadi produk tertentu rumus umumnya rumusnya Harga Pokok Produksi x 3. Kalau produknya banyak saingan sehingga kita harus lawan pakai harga, terpaksa diturunkan jadi Harga Pokok Produksi x 2. Margin kotor ini bisa beda-beda antar jenis produk bahkan. Seperti di restoran, margin untuk harga nasi 50%, di es teh manis 200%, di rendang 50%.
Untuk bisnis jasa, ini disesuaikan dengan harapan kita atas upah per jam kita. Misalnya, konsultan jasa desain grafis, berapa biaya jasa untuk bikin 30 konten media sosial per bulan untuk UKM? Kita tanya bisa ajukan pertanyaan ke diri sendiri ‘untuk buat 1 poster biasanya butuh berapa lama kerjanya? misalnya 1 jam.’ Jadi untuk produksi 30 poster = 30 jam. Nah, kalau kita jadikan Upah Minimum Provinsi sebagai patokan, misalnya Rp 3 juta per bulan, artinya upah per hari itu sekitar 20 hari kerja = Rp150ribu per hari, atau sekitar 21ribu per jam (Ini kalau disetarakan dengan rata-rata orang bekerja per hari sekitar 7 jam. Untuk jasa lebih gampang karena pemilik adalah pekerja langsung dari penyediaan jasa tersebut. Tapi utuk bisnis perdagangan dan produksi, ini bisa dimulai dengan memberi komisi ke diri sendiri dulu.
Kembali ke pertanyaan, berapa gaji ideal untuk owner? Misalnya margin kotor dari bisnis kita itu di 30% – maka tentukanlah, komisi untuk owner berapa? misalnya 10%. dari penjualan. Nanti lama kelamaan, setelah omset stabil, misalnya di sekitar 30-50 juta per bulan. Maka, kita bisa mulai tetapkan gaji rutin untuk diri sendiri misalnya Rp4 juta per bulan (juga sekitar 10% dari omset). Jika omset lebih dari 50 juta, kita bisa beri bonus komisi tambahan untuk diri sendiri (sebagai manajer). Kedepan kalau bisnis kita berhasil membukukan laba, kita bisa dapat lagi, dari deviden (% dari laba); ini insentif diri kita sebagai owner. Kalau komisi tadi dari % omset untuk peran kita sebagai manajer.