Fenomena saat ini Mall di Jakarta adalah dengan total 96 pusat perbelanjaan sebagian sudah ditinggal pengunjungnya. Para pedagang sudah banyak menutup gerainya bahkan dijual. Contoh saat ini seperti Plaza Semanggi, sekarang sangat sepi. Padahal mall ini sudah beroperasi sejak 20 tahun lalu dan sangat ramai. Sama halnya dengan Glodok City yang sekarang ditinggal pengunjungnya, sebuah plaza elektronik legendaris di Jakarta Barat yang ditinggal pengunjungnya.
Berdasarkan penelitian Colliers tingkat okupansi ruang mall di Jakarta dari tahun ke tahun menurun. Tahun 2016 sebelum pandemi masih 85%, tahun 2020 dibawah 80% dan tahun 2021 hanya 70%. Trend nya ini akan terus turun.
Sebenarnya apa yang terjadi, mengapa mall menjadi sepi ?
Pertama, Mal kurang bisa merespon perubahan perilaku pengunjung. Fungsi sebuah mal akan berubah dari waktu ke waktu mengikuti perubahan gaya hidup pengunjung.
Berdasarkan pengamatan dari BCA sekuritas pusat perbelanjaan yang pengunjungnya menyusut adalah mal yang mengusung konsep lama. Mereka hanya mengandalkan toserba. Tetapi pusat perbelanjaan yang memiliki konsep baru mereka ramai didatangi pengunjung.
Kedua, persaingan mall sudah semakin ketat. DKI Jakarta sebagai kota yang memiliki mall yang sangat banyak, karena namanya juga kota megapolitan. Tercatat ada 96 mal yang ada di Jakarta. Dan pada tahun 2023 ini sudah terdaftar ada 6 mal baru di Jakarta.
Ketiga, mal lama semakin kalah bersaing dengan e-commerce. Seperti kita ketahui seperti Giant, transmart dan hero harus pergi dari sejumlah mall.
Keempat, mal kurang bisa merespon kebutuhan pengunjung milenial dan gen Z. Mereka adalah para pengguna media sosial. Dengan mengunjungi mal pasti mereka mencari pengalaman yang menarik dan mencari spot yang instagramable.
Kelima. Persoalan aksesibilitas dan kemacetan. Ini pasti terjadi di kota-kota besar seperti di daerah JABODETABEK. Daripada pergi ke mal macet-macetan lebih baik belanja lewat online shop. Itulah yang menjadi pemikiran masyarakat saat ini.
Veri Y. Setiady Founder BLVEPRINT mengatakan “ konsep pusat perbelanjaan harus sudah diganti. Mal bukan lagi sebagai reguler shopping centre. Kedepan, masalah desain menjadi penting dalam membangun pusat perbelanjaan. Saat ini tren konsumen adalah pusat perbelanjaan yang unik. Yang bisa memunculkan inspirasi. Jadi, pusat perbelanjaan harus punya diferensiasi, keunikan tersendiri dan konsep yang kuat. Jal tersebut nantinya juga akan menjadi bagian komersil development itu sendiri.”
Menarik Untuk Dibaca : Belajar Dari Kegagalan Tesla
Saat ini Senayan City menyiasati fakta tersebut dengan beberapa inovasi. Diantaranya layanan Drive Thru dan Senayan City live Shopping. Kota Kasablanka Mall juga mengkolaborasikan semua produk mall dengan lazada. Semua barang yang ada di mall bisa lihat di lazada. Selain itu juga sering mengadakan event untuk para pengunjung, dan lebih menambahkan banyak F & B. Sedangkan untuk mall yang lain seperti Green Pramuka Square, AEON Mall, Central Park Mall lebih menonjolkan fasilitas nongkrong dibanding toko pakaian. Beda dengan Grand Indonesia mereka membuat tenan dengan variasi brand yang sedang diminati. Dan sedang menjadi trend setter. Sekitar 70 % customer mereka adalah wanita. Jadi gerai-gerai kecantikan menjadi daya tarik dan semuanya bisa terakomodasi dengan baik.
Berikutnya ada Lippo Mall Puri yang baru-baru ini meluncurkan fasilitas baru yaitu Park & Dine. Mereka menyulap parkiran di lantai atas menjadi tempat nongkrong. Pelanggan bisa menikmati pemandangan kota jakarta di sore dan malam hari dengan menu yang ada di restaurant. Sedangkan Mall Neo Soho mempunyai living planet indoor terbesar di Indonesia. Karena menyuguhkan wisata aquarium safari di dalamnya. Jadi wahana bawah laut dirasakan oleh para pengunjung dan sangat edukatif, menarik yang paling penting instagrammable.
Apa pelajaran yang bisa kita ambil dari mall yang sepi dan mall yang ramai ?
Pertama. Perubahan gaya hidup dan preferensi pelanggan berubah secara eksponensial. Pandemi mengakselerasi perubahan itu. Maka perusahaan harus bisa menangkap kebutuhan para konsumen secara mendalam. Perusahaan harus mampu menganalisa data mengenai perilaku pelanggannya dan membuat strategi yang tepat untuk memenangkan hati para pelanggan.
Kedua. Berhati-hati dengan produk atau layanan substitusi. Mall saat ini tidak hanya bersaing dengan mall lainnya melainkan juga bersaing dengan e-commerce dan sosial commerce. Jika mall hanya aktivitas jual beli, maka e-commerce dan social commerce lebih memberikan harga yang kompetitif dan banyak pelayanan diskon yang menarik. Pasti mall tidak akan mampu memenangkan persaingan itu.
Ketiga. Ciptakan inovasi yang memberikan lompatan nilai yang sulit ditiru pesaing atau perusahaan substitusi. Mall yang ramai bukan hanya sekedar tempat berbelanja tetapi juga sebagai gaya hidup.
Keempat. Lakukan diversifikasi produk. Tetapi tetaplah berada dalam satu ekosistem layanan yang sama. Tujuannya adalah untuk menawarkan produk dan layanan yang beragam sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang berbeda-beda
Serta mempertahankan daya tarik.
Jadi kesimpulannya adalah kita sebagai pengusaha harus terus beradaptasi dengan keadaan yang cepat berubah seperti perilaku konsumen dan teknologi sangatlah cepat berubah. Dan tentu terus berinovasi agar bisnis bisa bertahan dan berkembang, sehingga bisa membahagiakan para pelanggan dan masyarakat luas.
Salam sukses, salam Satoeasa Untuk Indonesia.
Menarik Untuk Ditonton : Cara Meningkatkan Vibrasi Positif
Mau Konsultasi?