Tips Bisnis ~ Billboard adalah salah satu media iklan tertua yang masih eksis hingga saat ini, terutama di kota-kota besar seperti Jabodetabek dan Surabaya. Berbeda dengan media cetak seperti koran dan majalah yang mulai ditinggalkan, billboard tetap bertahan dan bahkan beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Dari yang awalnya berupa gambar cetak statis, kini banyak billboard yang berbentuk video, bahkan beberapa titik sudah menggunakan teknologi tiga dimensi yang sangat realistis. Billboard juga hadir dalam berbagai ukuran dan format, dari yang horizontal, vertikal, hingga kombinasi beberapa layar yang berjejer.
Salah satu tantangan utama dalam penggunaan billboard adalah sulitnya mengukur efektivitasnya. Untuk menjawab hal ini, beberapa pemilik titik billboard di kota besar mulai memasang CCTV guna menghitung jumlah kendaraan yang melintas. Namun, jumlah kendaraan yang lewat belum tentu mencerminkan jumlah orang yang benar-benar melihat iklan tersebut, terutama karena kebanyakan pengendara lebih fokus pada gadget mereka. Selain itu, billboard sering kali harus bersaing dengan iklan lain di sekitarnya, sehingga daya tariknya bisa berkurang.
Tantangan lain adalah menentukan jumlah titik billboard yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Kota besar seperti Jakarta memiliki populasi jutaan dan tingkat kemacetan tinggi, sehingga aktivitas masyarakat cenderung terkonsentrasi di area tertentu. Hal ini membuat satu titik billboard saja tidak cukup untuk menjangkau seluruh target pasar. Menurut aturan umum, agar brand bisa hadir dengan signifikan di Jakarta, setidaknya dibutuhkan 10 titik billboard di area premium. Padahal, harga pemasangan satu titik billboard bisa mencapai Rp200–300 juta per bulan, menjadikannya investasi yang sangat mahal.
Lalu, apa dampak billboard terhadap brand? Yang pertama adalah prestige dan image. Billboard secara tidak langsung menyaring brand yang mampu tampil di sana, karena hanya brand dengan dana besar yang bisa beriklan melalui media ini. Hal ini membangun kredibilitas dan gengsi brand di mata konsumen. Banyak brand bahkan rela membayar mahal untuk tampil di billboard ikonik seperti Times Square di New York demi meningkatkan citra mereka. Konsumen sering kali menggunakan cara berpikir shortcut dalam menilai sebuah brand—misalnya, jika sebuah brand bisa memasang iklan di billboard besar, maka brand tersebut pasti bonafide.
Menarik Untuk Dibaca : Rahasia DIbalik Kemasan Produk
Yang kedua, billboard membantu membangun familiarity. Otak manusia selalu berusaha memprediksi lingkungan di sekitarnya untuk menentukan apakah sesuatu itu berbahaya atau menguntungkan. Semakin familiar suatu hal, semakin besar kemungkinan seseorang merasa nyaman dengannya. Dalam konteks billboard, semakin sering seseorang melihat suatu brand, semakin besar pula rasa penasaran dan keinginan untuk mencoba produk tersebut. Inilah sebabnya brand besar berinvestasi besar-besaran dalam membangun familiaritas agar brand mereka tidak terasa asing dan lebih mudah diterima oleh konsumen.
Yang ketiga, billboard memiliki efek subliminal influence. Karakternya yang pasif dan nonintrusif membuatnya sering kali dianggap kurang efektif dibanding media lain seperti TV atau digital ads. Namun, justru karena sifatnya yang tidak mengganggu, billboard mampu mempengaruhi bawah sadar manusia. Informasi yang terekam secara subliminal bisa muncul kembali saat seseorang dihadapkan pada keputusan pembelian. Misalnya, seseorang yang tidak sadar telah melihat billboard restoran mie beberapa kali bisa tiba-tiba merasa ingin makan mie tanpa tahu dari mana dorongan itu berasal. Efek ini terjadi karena otak bawah sadar terus memproses informasi yang pernah diterima, meskipun tidak disadari secara langsung.
Namun, agar billboard memberikan dampak yang optimal, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, saliency atau seberapa kuat kehadiran brand dibangun. Satu billboard selama satu minggu akan kalah efektif dibanding satu billboard selama satu tahun, apalagi dibanding 100 billboard selama satu tahun. Semakin tinggi intensitas eksposur, semakin besar pula dampaknya. Kedua, relevansi. Pesan yang ditampilkan di billboard harus relevan dengan target audiens agar lebih mudah diingat. Faktor seperti desain, bintang iklan, dan bahasa yang digunakan harus diperhatikan. Semakin relevan elemen-elemennya, semakin besar dampak yang dihasilkan.
Terakhir, konsistensi. Otak manusia membangun memori melalui repetisi, dan ini hanya bisa terjadi jika ada konsistensi dalam penyampaian pesan. Materi iklan yang berubah-ubah justru memperlambat pembentukan brand presence. Oleh karena itu, penting untuk menjaga konsistensi dalam brand presence, tone, dan visual agar pesan yang disampaikan lebih efektif.
Kesimpulannya, penggunaan billboard memang cukup tricky dan membutuhkan investasi besar, serta sulit diukur dampaknya secara langsung. Namun, jika dilakukan dengan strategi yang tepat, billboard tetap bisa menjadi media yang efektif dalam membangun prestige, familiarity, dan subliminal influence bagi sebuah brand. Inilah alasan mengapa billboard tetap bertahan meskipun dunia periklanan terus berkembang, karena marketing bukan hanya soal angka, tetapi juga seni dalam membentuk persepsi konsumen.
Menarik Untuk Ditonton : Gagal Menerapkan The Law Attraction
Mau Konsultasi?