Saya pertama kali mendengar istilah harapan peran ini saat masih sekolah di STM, dari guru Bahasa Indonesia saya, Bu Sari—semoga beliau selalu sehat dan dalam lindungan Allah. Bu Sari menjelaskan bahwa setiap individu di masyarakat memiliki harapan perannya masing-masing. Harapan ini muncul bukan hanya dari diri sendiri, tapi juga dari masyarakat. Kadang diciptakan, kadang muncul alami. Orang yang terus berbuat baik, akan diharapkan untuk terus begitu. Sebaliknya, yang sering berbuat salah akan dicap buruk, meski tidak selalu begitu.
Ketika kita terus dipersepsikan sebagai orang baik, dan suatu saat kita melakukan kesalahan, muncullah kekecewaan. Maka dari itu, penting untuk tidak mencitrakan diri secara berlebihan. Orang lain sebaiknya tahu bahwa kita ini manusia biasa dengan kelebihan dan kekurangan. Bukan untuk membeberkan aib, tapi agar tidak terbentuk harapan yang terlalu tinggi.
Menarik Untuk Dibaca : Tragedi Nisan Berulang
Fenomena personal branding saat ini bisa jadi boomerang. Awalnya untuk mendukung bisnis atau karier politik, namun ketika pencitraan terlalu tinggi, masyarakat akan punya ekspektasi yang tidak realistis. Begitu figur tersebut melakukan hal yang tak sesuai harapan, langsung dijatuhkan. Ironisnya, keluarga juga bisa kena imbasnya. Anak atau pasangan bisa terbebani karena harapan peran yang menempel pada mereka. Saya pernah mengalami hal ini. Saat pernah memposting tentang keluarga, anak saya bilang, “Pak, mbok jangan diposting-posting. Berat jadinya.”
Sejak itu saya belajar, terutama setelah mendengar nasihat guru saya bahwa memamerkan kebaikan atau prestasi anak bisa jadi bentuk kesombongan orang tua. Kebaikan anak bukan karena kita, tapi karena hidayah dari Allah. Maka, saya pun berhenti mengekspos keluarga saya di media sosial.
Kembali ke soal pencitraan, saya menghindari retorika dan panggung yang berlebihan. Banyak yang sekarang bahkan membawa asisten kamera ke mana-mana, mencitrakan diri sebagai suami teladan, ayah penyayang, dan seterusnya. Hati-hati, antara minta pujian manusia dan mencari ridha Allah itu garisnya sangat tipis. Tujuan kita seharusnya hanya satu: mencari wajah Allah.
Fenomena ini juga diperparah oleh budaya media sosial. Dulu, sinetron atau telenovela hanya ditonton, tanpa interaksi. Sekarang, tokohnya bisa membalas komentar kita langsung. Masyarakat mudah kagum dan akhirnya tidak siap menerima kenyataan bahwa yang dikagumi juga manusia biasa. Saya sendiri pernah menulis di tahun 2011: “Terimalah aku satu paket.” Saya takut jika harapan peran terhadap saya terlalu tinggi.
Lebih baik jadi orang apa adanya. Tidak perlu pencitraan. Titik. Bahkan tidak perlu pencitraan yang ringan sekalipun. Karena pencitraan akan menarik audiens yang dangkal, yang mudah kagum dan mudah kecewa. Tapi jika kita tampil alami, meski penonton sedikit, mereka biasanya lebih dewasa dan satu frekuensi dengan kita.
Saya pernah coba ganti judul konten jadi bombastis, dan benar, audiensnya langsung beda. Banyak yang komentar sembarangan. Tapi ketika saya buat judul yang sederhana dan kontennya jujur, yang datang memang lebih sedikit tapi lebih tepat sasaran. Jadi, umpan menentukan jenis ikan yang datang.
Buat para audiens juga, penting untuk tidak mengharapkan berlebihan dari apa yang terlihat di sosial media. Saya pribadi mengenal sebagian tokoh-tokoh publik itu. Hidup mereka di panggung dan di balik layar sangat berbeda. Saya menganggap mereka teman biasa. Tidak perlu dikultuskan. Kalau saya mencari figur, saya akan cari yang tidak terlihat di panggung, yang rujukannya kitab, bukan retorika panggung. Kalau baca kitab saja tidak lancar, ya jangan disebut ustaz.
Kesimpulannya, dari sisi yang menjadi figur, jangan bangun pencitraan. Titik. Tampilkan diri apa adanya. Dan dari sisi audiens, jangan mengharapkan berlebihan. Ingat, mereka bukan nabi. Mereka bisa salah. Harapan yang terlalu tinggi hanya akan melahirkan kekecewaan. Sadarilah bahwa sosial media itu banyak aktingnya. Kalau Allah sudah menutupi aib kita, jangan kita sendiri yang membukanya. Itulah rahmat Allah.
Menarik Untuk Ditonton : Kesalahan Dalam Desain Kemasan
Mau Konsultasi?