IBM sebelumnya berjaya selama tiga dekade, dari tahun 1950-an hingga 1980-an, dengan pangsa pasar komputer dunia mencapai lebih dari 70%. Pada tahun 1964, mereka menciptakan IBM System/360 yang memungkinkan perusahaan meningkatkan sistem tanpa mengganti perangkat lunak. Pada tahun 1981, IBM menghadirkan IBM PC, yang memudahkan penggunaan komputer pribadi. Namun, di pertengahan 1980-an, kompetitor seperti Dell dan Compaq mulai menawarkan produk dengan harga lebih murah dan lebih efisien, sementara IBM masih bergantung pada penjualan mainframe.
Menarik Untuk Dibaca : Pertarungan Pepsi dan Coca – Cola
Kemunduran IBM terlihat jelas pada tahun 1986 ketika pendapatan mereka turun hingga 27%. Kondisi ini terus berlanjut hingga awal 1990-an. Pada tahun 1993, IBM mencatat kerugian terbesar dalam sejarah mereka, dan CEO saat itu, John Akers, mengundurkan diri. Komite pencarian CEO baru, yang dipimpin oleh Jim Burke, mempertimbangkan berbagai kandidat, termasuk nama-nama besar seperti Jack Welch dari General Electric dan Bill Gates dari Microsoft. Namun, pilihan akhirnya jatuh pada *Louis V. Gerstner Jr, mantan CEO Nabisco dan American Express, yang tidak memiliki latar belakang di industri teknologi.
Keputusan untuk memilih Gerstner mengejutkan banyak orang. Bukan hanya karena ia berasal dari luar IBM, tetapi juga karena ia tidak berpengalaman dalam industri teknologi. Banyak yang meragukan kemampuannya untuk membangkitkan kembali raksasa yang sedang sekarat. Namun, Gerstner justru melihat tantangan ini sebagai kesempatan untuk membuktikan dirinya.
Setelah bergabung dengan IBM, Gerstner segera menyadari bahwa masalah utama perusahaan bukan hanya soal produk atau teknologi, melainkan budaya kerja. Ada ketidakjelasan antara kolaborasi tim dan ambisi pribadi di IBM, yang mengakibatkan persaingan internal dan menghambat kerja sama. Struktur organisasi yang kaku, dengan 20 unit bisnis independen, 125 pusat data, dan 128 CIO, semakin memperparah keadaan.
Investor dan pimpinan IBM menekan Gerstner untuk memecah perusahaan menjadi unit-unit kecil yang lebih fleksibel, namun Gerstner menolak. Menurutnya, IBM memiliki skala bisnis dan kapabilitas global yang membuatnya unik. Ia percaya bahwa integrasi adalah kunci keberhasilan, dan dengan mempertahankan IBM sebagai entitas utuh, perusahaan bisa menawarkan solusi teknologi yang menyeluruh bagi pelanggannya.
Dalam upaya menyatukan perusahaan, Gerstner mulai menyederhanakan struktur organisasi. Ia mengintegrasikan operasi bisnis, mengurangi silo-silo internal, dan mempromosikan kolaborasi di antara tim. Selain itu, Gerstner juga fokus pada pelanggan. Dia percaya bahwa untuk bisa bertahan, IBM harus kembali berorientasi pada kebutuhan pelanggan dan menawarkan solusi yang relevan.
Langkah-langkah strategis lainnya termasuk mengakuisisi Lotus dan memfokuskan bisnis pada layanan teknologi, serta memperkenalkan model Services-Led. Gerstner juga menurunkan harga mainframe, yang tetap penting bagi industri-industri besar seperti maskapai penerbangan dan perusahaan kartu kredit.
Hasil dari transformasi ini sangat luar biasa. Dalam waktu 9 tahun di bawah kepemimpinan Gerstner, IBM mencatat pertumbuhan penjualan sebesar 40%, sebagian besar berasal dari divisi layanan dan konsultasi. IBM berhasil merebut kembali posisinya sebagai pemimpin industri teknologi dengan kapitalisasi pasar melonjak dari USD 29 miliar menjadi USD 168 miliar. Harga saham IBM pun melonjak empat kali lipat.
Transformasi IBM di bawah kepemimpinan Gerstner merupakan salah satu kisah kebangkitan perusahaan yang paling sukses. Ada tiga pelajaran penting yang bisa kita ambil dari kisah ini:
1. Adaptasi terhadap perubahan pasar : Gerstner menyadari bahwa IBM harus beralih dari bisnis perangkat keras ke layanan dan perangkat lunak. Setiap perusahaan harus siap berubah dan berinovasi sesuai kebutuhan pasar.
2. Memanfaatkan keunggulan yang ada : Gerstner fokus pada kekuatan IBM sebagai penyedia solusi teknologi menyeluruh, yang membedakan IBM dari pesaingnya.
3. Mengubah budaya perusahaan : Gerstner menghapus silo-silo internal, mendorong kolaborasi, dan menciptakan tanggung jawab di seluruh organisasi.
Kisah Gerstner di IBM mengajarkan kita bahwa kesuksesan transformasi datang dari memanfaatkan kekuatan yang ada sambil menyesuaikan diri dengan kebutuhan pasar. Dengan fokus pada aspek yang memberi nilai tambah, kita bisa menciptakan perubahan signifikan tanpa mengorbankan hal-hal penting dalam organisasi.
Semoga kita bisa mencontoh apa yang dilakukan oleh Gerstner. Tentu pasti akan banyak tantangan, apalagi jika berurusan dengan SDM.
Menarik Untuk Ditonton : Cara Menghubungkan WA Bisnis Ke Instagram dan Facebook
Mau Konsultasi?