Memang ada beberapa faktor penyebab tutupnya toko buku. Baik faktor internal maupun eksternal. Contoh fsktor eksternal yang paling kelihatan adalah ketika pandemi covid-19. Tentu banyak orang yang penghasilannya menurun, dan lebih memilih membeli kebutuhan pokok.
Faktor eksternal lainnya yang sulit dihadapi toko buku adalah kenyataan bahwa tingkat literasi masyarakat Indonesia memang sangat rendah. Contoh nyata sangat terbukti di perpustakaan umum milik daerah-daerah. Pasti sangat sepi dari pengunjung. Hasil studi UNESCO pada tahun 2011 membuat pernyataan bahwa hanya satu dari seribu orang Indonsia yang tertarik membaca.
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia juga mengatakan bahwa “ Orang Indonesia hanya membaca 3-4 kali per minggu, itupun dengan durasi tidak lebih dari satu jam per hari. Sehingga wajar kalau jumlah buku yang tuntas dibaca dalam setahun hanya sekitar 5 sampai 9 buku saja.”
Faktor Eksternal lainnya adalah munculnya buku digital yang menjadi kompetitor baru. Karena tidak bisa dipungkiri, perkembangan teknologi sangat menjadi pengaruh perubahan pola hidup masyarakat. Pasar buku digital atau e-book global diperkirakan akan terus tumbuh denan CAGR 2% pada 2020 – 2027. Tetapi E-book ini masih sedikit minat di Indonesia. Masih banyak orang yang suka membaca buku fisik.
Faktor lainnya tidak kondusifnya ekosistem industri perbukuan. Pembajakan buku masih marak terjadi dan hasil bajakan buku digital didistribusikan dan dijual secara ilegal di berbagai ruang e-commerce.
Menurut Wien Muldian seorang CEO Indonesia Writers Inc mengatakan. “ Tutupnya sejumlah toko buku di Indonesia lebih disebabkan oleh tata kelola yang tidak tepat dan bukan akibat minat baca yang rendah, pun juga ada jalur distribusi yang bermasalah.”
Selain itu toko buku Gunung Agung juga tidak jor-joran berinovasi supaya pelanggan tetap datang ke toko dan juga tidak melakukan transformasi digital letika penikmat buku sudah bergantung pada toko online.
Strategi apa yang digunakan toko buku agar mereka bisa bertahan ?
Pertama. Mengubah toko buku menjadi ruang komunitas dengan menyelenggarakan kegiatan seperti forum diskusi, temu penulis, peluncuran buku, kelas penulis bahkan baaca puisi.
Wien Muldian mengatakan bahwa : “ Toko buku bisa bertahan kalau dia juga menyediakan kafe atau aktivitas seperti membaca bersama-sama. Kalau hanya menjual buku dan tidak ada aktivitas yang mengikat pembeli, dia enggak bisa hidup.”
Menarik Untuk Dibaca : Ide Jualan Modal Dikit Untung banyak
Contoh seperti toko buku Gramedia, saat ini mereka bermitra dengan restaurant atau kafe agar pengunjung lebih santai dan bisa berkumpul sambil ngopi dengan teman – teman komunitasnya. Pun juga membuat strategi digitalisasi untuk buku yang dijualnya. Berdasarkan data penjualan gramedia tahun 2021 sebanyak 260% penjualan buku daring, Nilai penjualan naik menjadi 226% dan penjualan digital secara umum naik 20%.
Gramedia juga mengebangkan gramedia digital. Jadi para pelanggan bisa menikmati buku dalam bentuk ebook. Sifatnya gratis untuk buku-buku tertentu. Jika ingin melihat banyak ebook pelanggan harus berlangganan.
Martin Surtajaya mengatakan : Penerbit tidak bersikap defensif terhadap teknologi digital. Justru sebaliknya, karena disrupsi 4.0 telah menyingkap, bahwa inti bisnis perbukuan bukanlah buku, melainkan konten.
Ada tiga pelajaran penting dari tutupnya toko buku Gunung Agung.
Pertama, toko buku dituntut beradaptasi terhadap perubahan perilaku konsumen akibat pandemi dan kemajuan teknologi.
Kedua. Para pembaca buku cenderung suka berkomunitas, sehingga harus difasilitasi dengan menjadikan toko sebagai tempat kumpul dan menyelanggarakan kegiatan bersama, seperti diskusi buku, pertemuan penulis, peluncuran buku, kelas penulis dan membaca puisi.
Ketiga. Salah satu masalah yang dihadapi industri perbukuan di Indonesia adalah belum terbangunnya ekosistem yang mendukung. Masalah ini meliputi banyaknya pembajakan buku, rendahnya royalti yang diterima penulis.
Semoga artikel ini bisa menjadikan bahan pembelajaran untuk kita semua
Salam sukses, salam Satoeasa Untuk Indonesia.
Menarik Untuk Dibaca : Apakah Metaverse Sudah Mati ?
Mau Konsultasi?