Kali ini saya akan membahas tentang metode yang saya sebut sebagai Sniper Marketing. Dalam dunia marketing, saya membagi orang menjadi dua tipe: Rambo dan Sniper. Tipe Rambo biasanya menggunakan banyak sekali “peluru” — strategi, iklan, promosi — tanpa arah yang jelas. Mungkin hasilnya ada, tapi biaya yang dikeluarkan juga besar. Mereka sering buang-buang uang karena tidak tahu aktivitas marketing mana yang benar-benar tepat sasaran. Sementara itu, tipe Sniper justru kebalikannya. Ia tidak menembak banyak, tapi tembakannya tajam dan mengenai sasaran penting. Ia tahu di mana harus fokus, ke siapa harus mengarahkan energi, dan aktivitas mana yang paling efektif.
Kuncinya adalah menemukan titik fokus dalam aktivitas pemasaran — aktivitas apa yang harus dilakukan, dan di mana sebaiknya dilakukan. Sniper marketer tidak menebar jala ke mana-mana, tapi mengalokasikan uang dan energi ke titik-titik yang paling berpotensi menghasilkan dampak besar. Dan untuk menemukan titik fokus itu, ada satu pertanyaan penting yang harus dijawab: “Seberapa terlibat pelanggan Anda?”
Untuk menjawab pertanyaan ini, saya biasa menggunakan sebuah tools bernama 5A Customer Journey. 5A menggambarkan tahapan yang dilalui pelanggan sebelum akhirnya membeli dan merekomendasikan sebuah produk atau layanan.
Awareness (A1) — Pelanggan mengenal merek Anda untuk pertama kali, misalnya lewat iklan atau media sosial.
Appeal (A2) — Mereka mulai tertarik pada beberapa merek yang muncul di benaknya.
Ask (A3) — Pelanggan mulai mencari tahu lebih dalam, membaca review, bertanya pada teman, keluarga, atau mencari informasi di internet.
Action (A4) — Mereka melakukan pembelian dan menggunakan produk atau layanan tersebut.
Advocate (A5) — Jika puas, mereka akan merekomendasikan merek Anda ke orang lain.
Kelima tahapan ini bisa dibagi menjadi dua fase besar. Fase pertama adalah Discovery Phase (A1–A3), yaitu saat calon pelanggan masih dalam tahap mencari dan belum menjadi customer. Di fase ini, pendekatan yang digunakan adalah Pull Marketing — strategi yang berfokus pada menarik perhatian dan minat sebanyak mungkin calon pelanggan agar menemukan brand Anda.
Menarik Untuk Dibaca : Marketing Yang Low Budget
Fase kedua adalah Buying Phase (A4–A5), yaitu saat pelanggan sudah mulai membeli dan menggunakan produk. Pendekatan yang digunakan adalah Push Marketing, yaitu mendorong pelanggan untuk segera membeli atau merekomendasikan produk Anda.
Sekarang kembali ke pertanyaan utama: seberapa terlibat pelanggan Anda? Untuk menjawabnya, ada tiga pertanyaan kecil yang perlu direnungkan:
Seberapa lama biasanya mereka memutuskan untuk membeli produk di kategori Anda?
Seberapa besar ketakutan mereka untuk salah memilih produk atau merek?
Apakah mereka mudah berganti merek, atau cenderung setia pada satu merek?
Dari sini, kita bisa menentukan apakah produk Anda termasuk high involvement category atau low involvement category.
Kategori ini biasanya membutuhkan waktu lama untuk membuat keputusan karena risikonya tinggi atau harganya mahal. Contohnya adalah properti, mobil, dan smartphone. Pembelian jenis ini tidak bisa dilakukan dengan cepat, karena pelanggan akan melakukan banyak riset terlebih dahulu. Mereka menonton review di YouTube, membandingkan fitur, bertanya kepada teman, hingga menimbang harga dan kualitas.
Namun, produk yang tergolong high involvement tidak selalu mahal. Contohnya produk kecantikan (beauty & skincare) — meskipun harganya tidak sebesar mobil, pelanggan sangat berhati-hati karena takut salah pilih produk yang bisa merusak kulitnya. Begitu juga dengan produk hobi seperti figurin atau model kit, serta fashion yang memerlukan banyak pertimbangan gaya dan kecocokan.
Ciri khas high involvement adalah proses penemuan (discovery) yang panjang dan keputusan pembelian yang sangat matang. Karena itu, fokuslah untuk memperkuat aktivitas Pull Marketing — sekitar 70% dari anggaran marketing sebaiknya dialokasikan untuk tahap ini. Tujuannya adalah agar calon pelanggan menemukan dan mengenali merek Anda selama proses riset mereka.
Tiga aktivitas utama yang bisa digunakan:
Media Sosial: Buat konten edukatif dan informatif yang membantu calon pelanggan memahami produk Anda.
SEO & Website: Pastikan merek Anda mudah ditemukan di mesin pencari dengan optimasi kata kunci yang relevan.
Influencer Marketing: Gunakan influencer atau reviewer yang dipercaya untuk memperkenalkan produk Anda secara alami di tahap pencarian.
Sebaliknya, kategori ini adalah produk yang tidak memerlukan banyak pertimbangan. Harga terjangkau, risikonya kecil, dan pelanggan mudah berganti merek. Contohnya adalah produk rumah tangga (deterjen, sabun cuci piring, air mineral), snack, dan alat tulis. Bahkan ada kategori industri lain seperti semen, pelumas kendaraan, atau layanan kurir yang juga tergolong low involvement karena pelanggan jarang mempertimbangkannya secara mendalam.
Dalam kategori seperti ini, pelanggan tidak banyak berpikir. Keputusan pembelian terjadi spontan, bahkan di titik penjualan. Karena itu, strategi yang lebih efektif adalah Push Marketing — pastikan produk Anda selalu tersedia dan mudah ditemukan di mana pun pelanggan berbelanja.
Beberapa aktivitas yang bisa dilakukan:
Distribusi luas: Pastikan produk Anda tersedia di setiap toko atau warung.
Tim penjualan aktif: Gunakan tenaga sales yang agresif dan aktif menawarkan produk ke pelanggan.
Aktivitas promosi langsung: Ikut pameran, sebarkan brosur, gunakan banner, atau kampanye di e-commerce.
Intinya, Sniper Marketing menuntut Anda untuk fokus pada titik yang paling berpengaruh terhadap hasil. Jika produk Anda high involvement, maka arahkan peluru Anda ke fase Discovery (Pull). Tapi jika produk Anda low involvement, fokuslah pada fase Buying (Push).
Dengan memahami tingkat keterlibatan pelanggan dan memilih strategi yang tepat, Anda tidak perlu lagi menembak ke segala arah seperti Rambo. Anda cukup menembak sekali, tepat sasaran — seperti seorang Sniper Marketer sejati.
Menarik Untuk Ditonton : Strategi Mengembangkan Pasar
Mau Konsultasi?