Dalam buku Fondasi Bisnis Berkah, halaman 70, terdapat kisah menarik tentang Mansa Musa, Raja Mali pada abad ke-14, yang dikenal sebagai salah satu orang terkaya sepanjang masa. Selama perjalanan hajinya, Mansa Musa membagikan emas dalam jumlah besar kepada penduduk Kairo, Mesir. Niat baiknya justru membawa inflasi tinggi yang memakan waktu 10 tahun untuk pulih. Kekayaan mendadak membuat banyak orang malas bekerja, mengganggu ekosistem ekonomi. Kisah ini menjadi pengingat bahwa niat baik dalam bersedekah harus disertai cara yang tepat agar tidak merusak tatanan sosial.
Konteks ini relevan dengan situasi sekarang. Salah satu kasus yang mencuat adalah kisah Agus, seorang korban siraman air keras yang menerima donasi hingga Rp1,5 miliar dari masyarakat. Niat baik para donatur malah memunculkan isu sosial, seperti tekanan dari tetangga dan kerabat yang meminta bagian dari dana tersebut. Hal ini menunjukkan pentingnya pengelolaan donasi yang bijak, agar bantuan mencapai tujuan tanpa menimbulkan masalah baru.
Contoh menarik lainnya datang dari pengalaman ayah saya saat bertugas di Desa Gunung Batin Baru, Lampung Tengah. Beliau memiliki niat untuk bersedekah melalui pemberian kambing kepada warga. Namun, alih-alih menyerahkan kambing begitu saja, beliau mengemasnya sebagai investasi. Setiap warga yang menerima kambing diminta memeliharanya, dengan aturan hasil anak kambing dibagi antara warga dan ayah saya. Konsep ini berhasil mendidik masyarakat untuk mandiri, sekaligus memastikan keberlanjutan dari bantuan yang diberikan.
Menarik Untuk Dibaca : Kurangi Ini Jika Mau Sukses
Selain itu, Islam juga memberikan panduan dalam bersedekah. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Umamah al-Bahili, disebutkan bahwa pahala memberi hutang 18 kali lebih besar daripada sedekah, yang berpahala 10 kali. Ini karena memberi hutang mengandung unsur mendidik, menjaga martabat penerima, dan memotivasi mereka untuk mandiri. Konsep ini dikenal sebagai qardul hasan, yaitu pinjaman tanpa bunga, yang dirancang untuk membantu orang lain tanpa merugikan.
Namun, sedekah tetap penting, terutama untuk mereka yang benar-benar membutuhkan. Bedanya, dalam situasi yang memungkinkan, memberikan bantuan dalam bentuk investasi atau pinjaman dapat membawa dampak yang lebih mendalam. Dengan demikian, roda perekonomian tetap berjalan tanpa mengorbankan martabat penerima bantuan.
Sebagai penutup, kedermawanan adalah hal mulia, tetapi harus dilakukan dengan bijaksana. Bantuan yang diberikan secara tidak tepat bisa menimbulkan ketergantungan, bahkan merusak ekosistem ekonomi. Sebaliknya, bantuan yang mendidik, seperti investasi atau pinjaman tanpa bunga, mampu menciptakan kemandirian dan memperkuat tatanan sosial. Prinsip ini perlu menjadi pedoman bagi kita semua agar semangat tolong-menolong benar-benar membawa berkah bagi semua pihak.
Indonesia dikenal sebagai negara yang sangat dermawan. Namun, penting untuk memahami bahwa kedermawanan tidak hanya tentang memberi, tetapi juga tentang cara memberikan bantuan dengan bijak. Dalam konteks ini, ada tiga pos utama yang harus diperhatikan dalam pengelolaan keuangan dan kedermawanan: sedekah, konsumsi, dan investasi. Bahkan ketika berinvestasi, niatkanlah untuk memutar roda perekonomian agar mendatangkan manfaat jangka panjang.
Sayangnya, fenomena sedekah yang tidak tepat sering terjadi di sekitar kita. Contohnya adalah adik-adik atau ibu-ibu yang menjual barang dengan cara seperti mengemis, seperti berteriak, “Om, tisunya, Om!” Sebagai respons, sebaiknya kita tidak langsung membeli, melainkan memberikan edukasi kepada mereka. Ajarkan mereka untuk menjual dengan cara yang sopan dan profesional, seperti menawarkan barang dengan harga jelas dan nada ramah. Dengan begitu, mereka bisa belajar menjadi pedagang yang lebih percaya diri dan layak untuk kita dukung.
Saya sendiri memiliki banyak pengalaman berinteraksi dengan masyarakat kurang mampu. Salah satu kisahnya adalah saat saya membantu seorang tukang semir sepatu yang kesulitan mencari pekerjaan. Awalnya, saya mencarikan pekerjaan untuknya melalui kerabat yang memiliki usaha. Sayangnya, pekerjaannya tidak berjalan lancar karena kurangnya disiplin dan tanggung jawab. Hal ini mengajarkan saya bahwa menolong seseorang bukan hanya soal memberikan pekerjaan, tetapi juga membantu mereka memperbaiki mental dan kebiasaan mereka terlebih dahulu.
Kisah lain adalah saat saya memberikan sepeda kepada seorang pemulung anak-anak untuk membantunya bekerja lebih efisien. Namun, keesokan harinya, sepeda tersebut dijual untuk membeli smartphone. Ini menunjukkan bahwa bantuan berupa barang atau uang sering kali tidak dimanfaatkan sesuai harapan jika penerimanya belum siap secara mental atau tidak diberi panduan yang tepat. Oleh karena itu, menolong tidak cukup hanya dengan memberikan materi, tetapi juga perlu disertai pendidikan dan pembinaan.
Dalam pengalaman saya, memberikan bantuan melalui lembaga atau yayasan yang terpercaya adalah solusi yang lebih bijak. Sebagai contoh, kami memiliki Yayasan Wakaf Usman yang dikelola oleh orang-orang amanah, termasuk seorang ustaz lulusan Al-Azhar, Kairo. Yayasan ini memastikan bantuan tidak hanya berupa uang, tetapi juga pendidikan dan pembinaan kepada penerima. Dengan cara ini, bantuan yang diberikan memiliki dampak jangka panjang dan tidak sekadar memenuhi kebutuhan sesaat.
Sebagai pelajaran, penting untuk menyadari bahwa memberikan uang atau bantuan material tidak selalu menjadi solusi terbaik. Justru memberikan ilmu, nasihat, atau pendidikan memiliki nilai yang jauh lebih besar. Jika bertemu orang sukses, jangan minta uangnya, tetapi mintalah nasihatnya. Nasihat adalah warisan yang bisa bertahan lama dan membantu kita bangkit bahkan setelah jatuh.
Terakhir, meskipun ada beberapa kasus penyelewengan dana oleh yayasan, jangan langsung menggeneralisasi bahwa semua yayasan seperti itu. Masih banyak lembaga yang amanah dan dikelola dengan baik. Pilihlah lembaga yang terpercaya atau bergabunglah dengan komunitas yang memiliki visi yang sama untuk memberikan bantuan dengan cara yang benar. Dengan begitu, kita tidak hanya membantu, tetapi juga membangun ekosistem sosial yang lebih sehat dan berkelanjutan. Semoga ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua.
Menarik Untuk Ditonton : Pisahkan Uang Pribadi dan Uang Usaha
Mau Konsultasi?