Kesuksesan Mie Gacoan menarik karena mereka mampu membaca celah pasar dan memanfaatkannya dengan cerdik. Dalam kategori mie di Indonesia, Mie Gacoan berhasil menyaingi Bakmi GM yang sebelumnya mendominasi. Meski Bakmi GM masih disukai banyak orang, namun dari segi keramaian, Mie Gacoan jauh lebih ramai.
Di kategori coffee shop, berbagai brand seperti Janji Jiwa, Kopi Kenangan, Fore, dan lainnya sudah banyak bermunculan, dan meskipun ramai, fokus mereka lebih ke kopi dibandingkan makanan. Mie Gacoan tampaknya berusaha mengkombinasikan konsep coffee shop dengan menyajikan mie sebagai menu utama yang dapat menarik keramaian seperti coffee shop. Salah satu strategi mereka adalah menawarkan harga yang merakyat.
Mie Gacoan memahami bahwa mayoritas pasar Indonesia berada di segmen menengah ke bawah yang daya belinya terbatas, tetapi konsumtif. Masyarakat di segmen ini cenderung mengeluarkan uang walaupun tidak dalam jumlah besar, seperti membeli jajanan atau menggunakan kredit untuk barang-barang tertentu. Mie Gacoan menargetkan segmen ini dengan harga mulai dari Rp10.000-an, lebih murah dari harga makan di warung tegal (warteg) dan bisa bersaing dengan harga mie gerobak, membuatnya menjadi pilihan yang logis bagi segmen ini.
Selain harga yang merakyat, Mie Gacoan juga memanfaatkan tren makanan pedas dengan menawarkan berbagai tingkat kepedasan. Tren makanan pedas ini sedang populer, dan Mie Gacoan menyediakan pilihan level kepedasan dari 1 hingga 10. Trik ini menarik karena mengikuti tren yang ada dan membuat konsumen lebih toleran terhadap rasa. Makanan pedas sering kali menutupi rasa hambar, dan sambal bisa membantu meningkatkan toleransi terhadap rasa. Namun, saya tidak mengatakan bahwa rasa Mie Gacoan kurang enak; opsi pedas ini justru dapat memperkuat daya tariknya.
Menarik Untuk Dibaca : Cerita Lahirnya Vespa
Strategi lain yang diterapkan Mie Gacoan adalah menawarkan tempat nongkrong yang nyaman dengan fasilitas seperti parkir luas dan area smoking. Restorannya memiliki desain yang luas, terbuka, dan dirancang sebagai tempat nongkrong dengan harga yang terjangkau. Hal ini membuat kaum muda betah berlama-lama di sana, tidak hanya makan, tetapi juga nongkrong. Bahkan, beberapa outlet buka 24 jam, mengakomodasi jam lapar anak muda pada malam hari, sehingga bisnis mereka terus beroperasi.
Pelajaran pertama yang bisa diambil dari Mie Gacoan adalah pentingnya mengesampingkan ego dalam berbisnis. Sering kali, pemilik bisnis terjebak dengan keinginan untuk menciptakan produk premium dan membanggakan, tetapi pangsa pasar yang besar justru ada di segmen menengah ke bawah.
Pemilik Mie Gacoan mengendalikan ego dengan menargetkan segmen yang paling gemuk, yaitu anak muda dengan anggaran sekitar Rp10.000 per porsi. Segmen ini besar dan berisik dalam artian suka berbagi pengalaman mereka, sehingga secara tidak langsung menjadi endorser gratis bagi Mie Gacoan.
Pelajaran kedua adalah mereka berhasil meruntuhkan entry barrier atau hambatan awal dalam menarik konsumen. Saat membeli suatu produk, konsumen seringkali mempertimbangkan berbagai risiko, seperti apakah rasa makanan akan enak atau tidak. Dengan harga yang terjangkau dan mengikuti tren pasar, Mie Gacoan mampu mengatasi keraguan konsumen dan berhasil menjadi pilihan yang relevan di segmen ini.
Ketika sebuah bisnis tidak dikelola dengan baik, konsumen bisa mencapai titik “decision paralysis,” yaitu kondisi di mana mereka ragu mengambil keputusan karena takut salah atau menyesal, hingga akhirnya memilih untuk tidak membuat keputusan atau setidaknya menundanya.
Price point yang ditawarkan oleh Mie Gacoan bukan hanya terjangkau untuk segmen mainstream, tetapi juga mampu meruntuhkan hambatan awal atau “entry barrier” yang bisa menimbulkan persepsi risiko konsumen. Mereka berpikir, “Kalau pun tidak enak, hanya Rp10.000-an kok,” sehingga konsumen lebih mudah dan leluasa untuk mencoba.
Strategi selanjutnya adalah memanfaatkan tren. Tren ini memberikan dua dampak positif bagi bisnis: pertama, respons pasar yang positif di mana orang-orang beramai-ramai mencoba produk karena merasa relevan dan tidak ingin ketinggalan (efek “FOMO”), yang dapat dicapai dengan biaya pemasaran yang lebih minim.
Kedua, dampak viralnya. Ketika sesuatu menjadi tren, ada faktor urgensi karena konsumen sadar tren itu bisa berlalu, sehingga nilai konsumsi saat tren masih berlangsung menjadi lebih tinggi. Mie Gacoan memanfaatkan ini dengan sangat baik, menggabungkan tren nongkrong dan tren makanan pedas.
Kemudian, Mie Gacoan membentuk “habit forming” atau kebiasaan konsumsi berulang. Setiap bisnis menginginkan produk yang dibeli konsumen berkali-kali, bukan hanya sekali. Harga yang terjangkau membuat konsumen tidak berpikir dua kali untuk kembali, ditambah dengan tren makanan pedas yang masih digandrungi. Selain itu, tempat yang nyaman dengan parkir luas membuat konsumen merasa lebih baik kembali ke Mie Gacoan daripada mencari tempat lain yang mungkin tidak senyaman itu. Harga yang terjangkau juga mengurangi risiko psikologis konsumen untuk membeli lagi.
Faktor lain yang mendukung habit forming adalah karakter makanan pedas yang bisa menciptakan ketagihan secara fisiologis, mirip dengan efek MSG dan gula yang menciptakan craving. Makanan pedas menstimulasi otak untuk melepaskan hormon pleasure, sehingga memicu craving serupa seperti ketika kita ingin makanan gurih atau manis. Otak mengingat momen-momen menyenangkan saat menikmati makanan pedas, yang kemudian memicu craving dan membuat konsumen ingin mengulang pengalaman tersebut.
Selanjutnya, ada pengaruh sosial atau “social influence.” Desain restoran Mie Gacoan yang relatif terbuka bukan hanya untuk menyediakan area merokok, tetapi juga menampilkan keramaian pengunjung. Parkiran yang luas, dipenuhi motor, menunjukkan bahwa restoran tersebut ramai, yang secara tidak langsung menciptakan social influence bagi orang yang lewat.
Sama seperti ketika kita memilih restoran yang ramai sebagai indikasi kualitas, keramaian Mie Gacoan membuat orang penasaran dan ingin mencoba. Keramaian ini juga dipertahankan dengan menciptakan suasana nyaman, sehingga konsumen betah berlama-lama bahkan di luar jam makan, yang pada akhirnya memberikan efek social influence yang kuat.
Dengan berbagai strategi yang dijalankan Mie Gacoan, ada banyak pelajaran bisnis yang bisa kita ambil dan terapkan, terutama bagaimana memahami segmen pasar, memanfaatkan tren, menciptakan habit forming, dan menggunakan pengaruh sosial untuk membangun bisnis yang sukses.
Menarik Untuk Ditonton : Pentingnya Memiliki Goal Dalam Bisnis
Mau Konsultasi?