Berita itu langsung menyebar luas dan memunculkan gelombang duka nasional. Pemerintah India segera membentuk tim investigasi gabungan yang terdiri dari Aircraft Accident Investigation Bureau (India), NTSB (Amerika Serikat), AAIB (Inggris), serta para teknisi dari Boeing dan G Aerospace. Dua hari setelah kejadian, kotak hitam berhasil ditemukan dan memberikan petunjuk awal atas sejumlah kejanggalan.
Pemeriksaan awal menunjukkan bahwa kedua mesin pesawat kehilangan daya hanya beberapa saat setelah lepas landas. Akibatnya, pesawat hanya mampu mendaki hingga ketinggian 137 meter sebelum jatuh. Roda pendaratan belum sempat ditarik, flap tidak terbuka seperti seharusnya, dan sistem kelistrikan serta kendali penerbangan mengalami gangguan besar. Informasi mencengangkan lainnya adalah bahwa pesawat ini sempat mengalami masalah teknis beberapa hari sebelumnya, namun tetap diizinkan terbang setelah dilakukan pemeriksaan cepat.
Tragedi ini menjadi kecelakaan paling mematikan dalam sejarah penerbangan India dan menjadi pukulan telak bagi Air India yang tengah menjalani transformasi besar-besaran di bawah kendali pemilik baru, Tata Group. Maskapai yang selama hampir 70 tahun dikelola negara ini dikenal lamban, sarat masalah, dan kehilangan daya saing. Tata membelinya pada 2022 seharga 2,4 miliar dolar AS sebagai bagian dari upaya pemerintah Narendra Modi menyelamatkan maskapai nasional yang selama ini dianggap sebagai beban negara.
Menarik Untuk Dibaca : Gila Kerja Tapi Happy
Gender Barghava, mantan direktur eksekutif Air India, pernah menyatakan bahwa penurunan kualitas Air India dimulai sejak 1978. Dalam memoarnya The Descent of Air India, ia menegaskan bahwa manajemen yang terlalu birokratis, dominasi serikat pekerja, serta budaya kerja ala pemerintah telah melumpuhkan kemampuan maskapai untuk bersaing. Tata Group, sebagai pemilik baru, tak hanya mewarisi maskapai bermasalah, tetapi juga struktur organisasi yang stagnan dan tertinggal.
Segera setelah akuisisi, Tata meluncurkan rencana transformasi lima tahun bertajuk Vihān.AI. Mereka menunjuk Campbell Wilson, mantan eksekutif Singapore Airlines, sebagai CEO untuk mengakhiri era birokrasi dan memulai budaya kerja baru yang lebih gesit, berorientasi pelanggan, dan fokus pada hasil. Tata juga melakukan pemesanan terbesar dalam sejarah penerbangan, yaitu 470 unit pesawat Airbus dan Boeing, serta mengalokasikan 400 juta dolar untuk memperbarui interior pesawat lama.
Langkah besar lainnya adalah menyatukan berbagai entitas bisnis maskapai: Vistara dilebur ke dalam layanan utama Air India, sementara Air India Express dan AirAsia India digabung menjadi maskapai berbiaya rendah. Operasi pun menjadi lebih efisien. Mereka juga mengganti logo, seragam kru, sistem pemesanan tiket, serta memberikan pelatihan ulang bagi staf. Semua ini dirancang untuk membangun kembali citra Air India sebagai maskapai nasional yang modern dan disegani secara global.
Namun, tragedi 12 Juni menghantam di saat momentum perubahan sedang menanjak. Tragedi ini membuat kepercayaan publik yang mulai tumbuh kembali seketika runtuh. Padahal, kepercayaan adalah inti dari bisnis penerbangan. Setiap penumpang yang membeli tiket sesungguhnya membeli rasa aman dan profesionalisme maskapai. Sekuat apa pun brand dan semodern apa pun armada, jika kepercayaan goyah, maka semua pencapaian sebelumnya bisa runtuh dalam sekejap.
Kini, Air India menghadapi krisis reputasi dan keuangan. Mereka harus menanggung biaya kompensasi bagi korban, klaim asuransi, audit menyeluruh, dan potensi penurunan jumlah penumpang, khususnya di rute internasional. Publik global, yang lebih sensitif terhadap isu keselamatan, bisa menghindari maskapai ini dalam waktu lama. Upaya memperluas pasar pun bergeser menjadi upaya memulihkan reputasi yang telah hancur.
Kejatuhan pesawat AI171 tidak hanya menyeret Air India, tapi juga reputasi Boeing, yang dalam beberapa tahun terakhir memang tengah menghadapi sorotan global. Pemerintah India segera menginstruksikan audit menyeluruh terhadap seluruh armada Boeing 787 milik Air India, termasuk aspek teknis, sistem kendali sayap, dorong mesin, serta program pelatihan awak. Maskapai diminta menyerahkan dokumen pelatihan pilot dan staf teknis untuk diaudit secara menyeluruh. Pemerintah juga mengingatkan Tata Group agar bertanggung jawab secara penuh dan menyampaikan informasi kepada publik secara transparan.
Ketua Tata Sons, Natarajan Chandrasekaran, dengan cepat menyatakan bela sungkawa secara terbuka, membentuk tim investigasi internal, dan mendukung penuh proses penyelidikan nasional maupun internasional. Di tengah krisis, transparansi dan empati bukan lagi pilihan, melainkan keharusan.
Tragedi ini bisa menjadi titik balik. Jika ditangani secara jujur, cepat, dan strategis, maka bencana ini bisa membuka jalan bagi lahirnya standar keselamatan baru dalam industri penerbangan India. Ada tiga pelajaran penting yang bisa dipetik.
Pertama, tidak ada transformasi yang berhasil tanpa menyentuh akar budaya kerja. Tata boleh mengganti manajemen, membeli ratusan pesawat, dan memperbarui citra. Namun jika cara kerja lama masih melekat—dalam pengambilan keputusan, tanggung jawab teknis, atau pelatihan—maka transformasi tetap rapuh.
Kedua, kepercayaan publik tidak bisa dibeli lewat kampanye PR. Ia hanya lahir dari konsistensi operasional, keselamatan, dan kejujuran. Air India sudah membangun citra baru, namun tragedi ini menunjukkan bahwa kepercayaan bisa runtuh hanya dengan satu kegagalan. Dalam industri layanan publik, reputasi bukan sekadar aset tambahan, melainkan fondasi keberlangsungan bisnis.
Ketiga, begitu kepercayaan hilang, dampaknya menjalar ke semua lini: valuasi bisnis menurun, strategi terganggu, dan daya saing melemah. Krisis Air India membuktikan bahwa transformasi tanpa kesiapan struktural hanya akan melahirkan istana pasir—rapuh dan mudah runtuh.
Pada akhirnya, setiap kegagalan besar adalah cermin. Ia memaksa kita untuk melihat dengan jujur apa yang harus diulang dan apa yang harus ditinggalkan. Semoga dari tragedi ini lahir keputusan yang lebih jernih, kerja yang lebih berhati-hati, dan komitmen sejati terhadap keselamatan dan kemanusiaan.
Menarik Untuk Ditonton : Cara Menentukan Harga Jual
Mau Konsultasi?