Inspirasi Bisnis ~ Gedung-gedung tinggi dan pusat perbelanjaan tampak megah di Kota Magelang, Jawa Tengah, yang dikenal dengan julukan “Kota Sejuta Bunga”. Namun, jika kita berkendara sekitar 30 menit ke arah timur menuju Dusun Semen, Desa Trenten, Kecamatan Candimulyo, kita seolah melintasi sebuah lorong waktu. Di sana, kehidupan berlangsung dengan harmoni bersama alam. Salah satu sosok yang menonjol adalah Ibu Margini, seorang pengrajin gula semut. Dari rumah kecilnya, ia menyadap nira bunga kelapa untuk membentuk gula semut—sebuah hasil kerja keras yang tak hanya menghasilkan gula, tetapi juga membangun masa depan.
Mayoritas penduduk Dusun Semen bergantung pada sumber daya alam seperti pertanian dan peternakan. Kehidupan sosial di dusun ini erat dan akrab, dengan keterbatasan akses terhadap fasilitas modern yang menciptakan kekompakan dalam aktivitas sehari-hari. Usaha pembuatan gula semut, yang dimulai dari menyadap nira bunga kelapa, bukanlah hal mudah. Proses ini penuh tantangan, mulai dari kesulitan teknis hingga minimnya pasar distribusi, yang membuat gula semut sulit bersaing dengan gula putih atau produk sejenis.
Menarik Untuk Dibaca : Tata Jadi Raksasa Global
Ibu Margini, seorang ibu rumah tangga yang tinggal di dusun ini, menjalani hari-harinya dengan penuh ketekunan. Ia menceritakan bahwa pekerjaannya ini dimulai karena di kampungnya tidak banyak pilihan pekerjaan lain. Dengan sabar, ia menghasilkan 4-5 kilogram gula semut setiap harinya, yang memberikan penghasilan sekitar Rp40.000 hingga Rp50.000. Dari penghasilan inilah ia membiayai pendidikan anak-anaknya dan mencukupi kebutuhan sehari-hari.
“Sehari-hari saya bersih-bersih, mencuci, membuat gula semut, dan setelah itu salat lalu istirahat,” ujar Ibu Margini. Penghasilannya memang tidak selalu stabil, tergantung jumlah produksi gula yang bisa ia hasilkan. Kadang, ia bisa mendapatkan tambahan penghasilan dari menjual salak, pisang, atau hasil bumi lainnya. Meski hidup dalam keterbatasan, Ibu Margini selalu bersyukur atas rezeki yang ia dapatkan. “Sedikit atau banyak, saya selalu bersyukur,” katanya dengan senyum tulus.
Gula semut yang dihasilkan oleh Ibu Margini merupakan versi bubuk dari gula merah, sering disebut juga sebagai gula kristal. Dinamai gula semut karena bentuknya yang menyerupai sarang semut di tanah. Berbeda dengan gula merah yang dicetak berbentuk padat, gula semut berbentuk serbuk halus. Bahan dasarnya adalah nira dari pohon kelapa atau aren, dengan ciri fisik berwarna cokelat.
Dengan tangan penuh ketekunan, Ibu Margini tidak hanya menciptakan gula semut, tetapi juga cinta, dedikasi, dan semangat yang tak pernah padam. Meskipun usianya tak lagi muda, ia tetap bekerja keras untuk keluarganya. Ia berharap anak-anaknya menjadi orang yang baik, saleh, dan sukses. “Saya ingin mereka senang dan sukses,” ujar Ibu Margini penuh harapan.
Ibu Margini juga menjadi bagian dari Kelompok Wanita Tani (KWT) Nila Lestari, yang terus berusaha mengembangkan usaha gula semut ini. Dalam kesehariannya, ia selalu membawa semangat pantang menyerah, yang menginspirasi siapa saja yang mendengar kisahnya. Lebih dari sekadar gula, yang ia hasilkan adalah simbol cinta dan kerja keras. Kisah Ibu Margini adalah kisah seorang wanita hebat dari lorong waktu Magelang yang menolak menyerah pada keterbatasan, terus mengilhami kita semua untuk tidak berhenti berjuang.
Semoga kita mengambil manfaat dari semngat Ibu Margini dan menjadi sebuah motivasi. Hal ini membuktikan bahawa daerah di pelosok desa juga bisa berkembang.
Menarik Untuk Ditonton : Cara Memasarkan Poduk Dengan Marketplace
sumber : pecah telur
Mau Konsultasi?