Namun, dalam upaya mengejar ambisi, pertanyaannya adalah: seberapa kita bisa tetap merasa utuh?
Dalam event talk show High Performing Individual lalu, seorang kawan menceritakan tentang masa tergelap dalam hidupnya. Di masa pandemi, bisnisnya goyah, timnya terpukul, karyawan satu per satu keluar, dan yang tersisa hanyalah dirinya. Berdiri rapuh, namun tetap mencoba kuat.
Saya masih ingat ucapannya, “Saya seperti orang yang berdiri di tengah badai. Semua orang berharap saya tetap kuat. Tapi saya sendiri bahkan gak tahu lagi bagaimana caranya bertahan.” Tapi beliau tidak menyerah. Ia bangkit, bukan karena semuanya membaik dalam semalam, tapi karena ia memutuskan untuk berhenti sejenak dan menemukan ulang makna dari perjuangannya. Ia duduk merenung, lalu berkata, “Saya ingat lagi, saya memulai semua ini bukan untuk sekadar bertahan, tapi untuk memberi hidup bagi banyak orang.”
Teman-teman, itulah titik balik yang sering kita lupakan. Kita terus maju, tapi lupa arah. Kita berusaha lebih keras, tapi kehilangan rasa. Kita mengejar produktivitas, tapi lupa memperkuat keutuhan. Padahal, Al-Qur’an dengan indah menekankan prinsip mizan—keseimbangan. Bahwa hidup ini bukan tentang ekstrem kiri atau kanan. Bukan tentang kerja keras tanpa henti atau santai tanpa target, tapi tentang bagaimana kita bisa berambisi dan tetap waras. Allah menciptakan segala sesuatu dalam keseimbangan: langit dan bumi, malam dan siang, bahkan jiwa dan raga. Maka, bukan kebetulan bila kita terlalu menekan di satu sisi, terlalu mengejar tanpa jeda, kita justru kehilangan yang paling penting—kesejatian diri.
Menarik untuk Dibaca : Cara BYD Juara
Fenomena ini bukan hanya cerita satu orang. Studi dari WHO menunjukkan bahwa burnout kini menjadi fenomena global, terutama di kalangan profesional. Bukan karena mereka tidak mampu, tapi justru karena mereka terlalu berambisi tanpa arah yang utuh. Karena mereka gagal menjaga keseimbangan antara produktivitas dan kewarasan.
Jadi, kalau Anda merasa lelah, itu bukan karena Anda lemah. Bisa jadi, karena Anda lupa berhenti sejenak untuk menata ulang irama hidup Anda. Sebab, ritme kerja yang konstan tanpa kesadaran bukan hanya melelahkan, tapi bisa membutakan.
Saya pribadi pernah terjebak di situasi serupa: terlalu banyak proyek, terlalu banyak target, terlalu sedikit waktu untuk sekadar duduk dan bertanya—kenapa saya melakukan semua ini? Dan ketika saya benar-benar duduk dan bertanya, saya menemukan jawabannya bukan dalam to-do list, tapi dalam niat. Bahwa produktivitas sejati bukan hanya soal seberapa banyak yang kita hasilkan, tapi seberapa bermakna hasil itu bagi sesama.
Teman-teman, saya tidak sedang mengajak Anda untuk melambat atau mengurangi kualitas kerja. Justru sebaliknya. Saya ingin mengajak Anda mendongkrak kinerja sampai titik maksimal—tapi dengan satu syarat: jangan kehilangan mizan. Jangan kehilangan titik tengah yang menjaga kita tetap waras, tetap utuh, tetap manusia. Karena dalam dunia yang makin cepat, justru kitalah yang harus memperkuat pusat gravitasi kita. Jangan hanya menjadi mesin pencapai target. Jadilah manusia yang menciptakan nilai.
Inilah kekuatan pendekatan yang menyatukan akal, jiwa, dan nilai. Bukan hanya kerja keras, tapi juga kerja sadar. Bukan hanya mengejar, tapi juga mengenali kapan harus merenung. Karena di momen jeda, kita sering menemukan arah. Di dalam diam, kita sering menemukan jawaban. Sebab, pada akhirnya, yang kita kejar bukan hanya keberhasilan—tapi keberkahan. Dan keberkahan itu muncul ketika hasil kita membawa manfaat, ketika niat kita lurus, ketika perjalanan kita utuh tanpa harus meninggalkan sebagian diri di belakang.
Maka, marilah kita berjuang sebaik-baiknya dengan semangat setinggi-tingginya. Tapi jangan lupa, yang kuat bukan hanya yang paling sibuk, tapi yang paling seimbang. Produktiflah, bangkitlah, berambisilah—tapi lakukan semua itu dengan kesadaran, bukan tekanan. Dengan keseimbangan, bukan keterpaksaan.
Karena dalam hidup profesional ini, Anda bukan hanya pemilik hasil. Anda adalah penjaga kehidupan. Dan kehidupan yang kuat hanya tumbuh dalam tanah yang seimbang.
Maka, teruslah bergerak. Tapi jangan lupa pulang—pulang ke pusat diri Anda. Mari kita jadi high performing individual dengan menanamkan ambisi dalam tanah keseimbangan, agar buahnya bukan hanya sukses, tapi juga kedamaian.
Menarik Untuk Ditonton : 5 Langkah Vibrasi Positif
Mau Konsultasi?