Kita juga membahas bagaimana diskon dapat menciptakan urgensi, mempersepsikan nilai yang lebih baik, dan mengurangi perceived risk. Selain itu, kita juga mengulas bagaimana brand owner menyukai diskon untuk membantu penjualan, mengejar target, atau menghadapi barang yang hampir kedaluwarsa.
Ada tiga hal utama yang harus diperhatikan ketika mendesain diskon: apakah sudah memiliki segmentasi pasar yang jelas, seberapa otentik diskonnya, dan apakah ada pengungkit (lever) lain yang bisa digunakan. Sekarang, mari kita lanjutkan dengan poin keempat: lever apa yang diharapkan oleh brand owner?
Diskon memang menarik perhatian konsumen dari brand, tetapi ketika brand besar melakukan diskon, biasanya mereka tidak terlalu sering melakukannya. Ini karena mereka ingin konsumen fokus pada brand, bukan pada harga. Ketika diskon terlalu sering diberikan, perhatian konsumen teralihkan dari brand menjadi sekadar perhitungan matematis.
Ada istilah yang dikenalkan oleh Profesor Dan Ariely, yaitu *social norm* dan *market norm*. Social norm adalah mode berpikir nontransaksional, di mana hubungan yang terjalin lebih bersifat personal. Contohnya, memberi oleh-oleh tanpa mengharapkan balasan. Market norm adalah mode berpikir transaksional, di mana setiap interaksi memiliki ekspektasi balasan. Misalnya, jual beli barang atau hubungan bisnis.
Seringkali, mencampurkan kedua norma ini bisa berbahaya. Misalnya, ketika bisnis dicampur dengan pertemanan, atau saat hubungan sosial diberi nilai transaksional, seperti membayar orang tua yang membantu menjaga anak. Hal ini juga berlaku pada brand. Pada awalnya, brand berada dalam market norm karena bersifat transaksional. Namun, brand dapat membangun social norm dengan menciptakan hubungan baik dengan konsumen melalui sosial media, event, dan interaksi lainnya. Diskon dapat memperkuat market norm, tetapi menurunkan social norm.
Menarik Untuk Dibaca : Membuat Sebuah Perencanaan
Selanjutnya, kita perlu mempertimbangkan seberapa sering diskon diberikan. Diskon yang terlalu sering dapat membuat konsumen hanya membeli saat ada diskon, sehingga mereka menunggu waktu diskon untuk membeli. Otak manusia belajar melalui repetisi, dan jika diskon diberikan secara berulang, konsumen akan menganggap brand tersebut sebagai brand “diskonan.” Selain itu, diskon yang terlalu sering dapat menyebabkan adaptasi, di mana besaran diskon yang sama tidak lagi menarik dan konsumen mengharapkan diskon yang lebih besar.
Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah diskon ini memiliki pola yang dapat ditebak? Otak manusia suka dengan pola karena memudahkan prediksi. Jika diskon selalu diberikan pada akhir pekan, misalnya, konsumen akan menghafal pola tersebut dan menunda pembelian hingga saat diskon. Ini berbahaya karena penjualan sebelum dan sesudah periode diskon akan menurun, dan penambahan penjualan selama periode diskon hanya ilusi belaka.
Selain itu, kita harus mempertimbangkan apakah diskon ini akan mengorbankan penjualan sebelum dan sesudah periode diskon. Diskon yang terlalu sering bisa membuat konsumen menunda pembelian atau menarik maju pembelian yang seharusnya dilakukan di masa depan. Jadi, penting untuk memastikan bahwa diskon yang diberikan benar-benar meningkatkan penjualan, bukan hanya memindahkan waktu pembelian.
Untuk brand yang memiliki long-term engagement dengan konsumennya, penting juga untuk memikirkan cara perlahan mengurangi diskon. Beberapa produk memerlukan waktu untuk membangun kebiasaan konsumsi, dan diskon awal mungkin diperlukan untuk mendorong konsumen mencoba produk. Namun, diskon tidak bisa langsung dihilangkan begitu saja karena kebiasaan belum terbentuk.
Kesimpulannya, ada beberapa hal yang perlu diingat ketika mendesain diskon. Pertama, bangun brand terlebih dahulu sebelum memberikan diskon. Brand yang kuat akan membantu menarik segmen yang tepat dan mencegah ketergantungan pada diskon. Kedua, diskon harus memiliki batasan dalam hal frekuensi dan besaran, agar tidak terlalu sering dan tidak menjadi pola yang bisa ditebak oleh konsumen. Ketiga, jangan menipu dengan memberikan diskon palsu karena brand adalah tentang kepercayaan.
Semoga sedikit ulasan artikel ini bisa meningkatkan wawasan kita mengenai diskon. Salam sukses, salam Satoeasa untuk Indonesia.
Menarik Untuk Dotonton : Cara Membuat Smart Goal Dalam Bisnis
sumber : marketers tv
Mau Konsultasi?