Jadi 30 sampai 90 hari pertama ini kan hal yang amat sangat krusial untuk kita. Kalau anda pengusaha pastinya mau ngebut supaya modal kerja enggak terbuang percuma. Kalau ada pegawai pastinya harus segera tahu apa yang harus dilakukan dan menunjukkan
performa itu jadi sesuatu yang penting. Setidaknya supaya lulus probation, sayangnya enggak jarang perusahaan yang baru kita masuk ini adalah perusahaan dengan bidang yang berbeda.
Kita enggak punya pengalaman di industri ini, akhirnya kita butuh waktu lebih panjang untuk bisa ngerti bisnisnya. Nah jebakannya makin baru industri yang kita masuki makin banyak juga yang harus dipelajari dan makin kita overwhelm dan makin kita tidak fokus dan kebingungan. Supaya ini enggak terjadi kita perlu Identifikasi apa aja yang sebenarnya
harus dilakukan. Tujuannya kita bisa ngebut, bisa akselerasi Apa yang perlu dideliver.
Yang pertama adalah mengenal produk type atau tipe produk. Adalah hal paling dasar saya akan mulai ketika di hari-hari awal. Mulai
berusaha mengerti ini tipe produknya apa, apakah ini high involvement atau low involvement.
High involvement ini adalah produk-produk yang mengambil keputusan pembeliannya relatif lebih panjang dan butuh waktu. Ini biasanya terjadi pada barang-barang dengan risiko tinggi. Bisa jadi karena harganya tinggi atau sekedar karena risiko konsumsi penggunaannya relatif tinggi. Misalnya properti mobil, klinik perawatan kecantikan bahkan pakaian atau barang mewah. Kalau kita salah pilih nyeselnya panjang.
Yang kedua adalah low involvement adalah produk-produk yang mengambil keputusan pengambilan keputusannya relatif pendek
Enggak banyak mikir. Harganya relatif murah misalnya permen, air mineral, snack. Produk-produk ini enggak bikin kita nyesel panjang kalau kita salah ambil keputusan sebagai konsumen.
Kenapa kita penting sekali mengetahui jenis produk ini ?
Karena untuk menentukan strategi marketingnya contoh misalnya produk involvement itu akan butuh kita untuk membangun kredibilitas, bangun brand reputasi endorsement, referral rekomendasi, product knowledge, review dan masih banyak lagi. Kalau low
involvement mungkin fokusnya adalah brand awareness, ketersediaan competitive, pricing. Jadi mengidentifikasi
ini bisa membantu kita kasih gambaran. Apa yang perlu dilakukan dan apa yang tidak.
Yang Ketiga adalah tipe pembeliannya, beda produk beda pula tipe pembeliannya. Tipe pembelian setidaknya kita bisa bagi.
Tiga yang pertama adalah sesekali tidak berulang, yang kedua adalah berulang tapi low frekuenscy. Yang ketiga berulang dan
frekuensinya tinggi. Untuk yang sesekali atau ocasional produk yang dibeli sekali ini adalah produk yang dalam jangka waktu agak lama dan biasanya ketika kita beli kita enggak tahu kapan akan beli lagi. Contoh misalnya pakaian, gadget, kendaraan. Kita
enggak tahu kapan akan beli lagi .
Menarik Untuk Dibaca : Cara Gen Z Bekerja
Yang kedua adalah pembelian yang berulang dengan frekuensi yang rendah. Jadi produk
yang kita beli dan kita tahu bahwa kita akan beli lagi nanti walaupun kita belum tahu kapan. Tapi biasanya setahun bisa
lebih beberapa kali. Contohnya restoran, pasti balik lagi tapi tidak kapan. Bioskop juga sama atau tiket
pesawat.
Yang ketiga adalah berulang dengan frekuensi yang tinggi. Produk yang kita beli dengan cukup sering. Biasanya kita tahu kapan akan balik lagi. Misalnya transportasi umum, pulsa dan lainnya. Kenapa ini penting, kalau produknya enggak berulang maka
setiap pembelian harus profit.
Jadi segala macam strategi Marketing bisa bersifat sprint atau cepat. Menciptakan urgensi dengan penawaran yang kompetitif, retention strategy. Jadi enggak begitu urgen karena produknya enggak berulang kalau berulang dengan frekuensi rendah ada kesempatan untuk membangun strategi retention. Karena Konsumen akan balik.
Data-data konsumen terutama pola behavior bisa bantu untuk bikin konsumen balik lagi. Bahkan kembali lebih awal kalau kita bisa menyasar dengan relevansi message dan momentum yang tepat. Selanjutnya juga ada ruang untuk pricing karena keuntungan
bisa digenerate. Dari beberapa kali pemilihan kita bisa subsidi silang antara transaksi. Misalnya di transaksi awal udah kita subsidi sedikit. Diskonnya agak besar tapi nanti berharap mereka balik. Dan ketika mereka balik kita bisa ambil untung lebih besar sehingga bisa subsidi silang.
Begitu juga dengan produk-produk yang pembeliannya berulang dengan repetisi yang tinggi. Jadi loyalty pelanggan ini jadi hal mutlak, data behavior pelanggan wajib untuk dimanfaatkan untuk cari tahu frekuensi pembeliannya. Apa yang mereka beli
yang pada akhirnya membantu sekali untuk bikin mereka balik. Dan produk jenis ini punya ruang paling lega di pricing perhitungannya Bukan cuma sekedar penjualan yang sekarang itu jadi profit. Jual rugi dulu untuk bikin konsumen balik hingga
kebiasaan terbentuk baru pelan-pelan ambil profit.
Selanjutnya adalah target market. Bukan cuma soal geografi dan
demografi aja, tapi kalau bisa sampai behavioral dan psyografi. Nah cari tahu siapa mereka, painpointnya apa, consumer
tension-nya gimana , apa yang jadi masalah. Yang di di sisi lain kasih kesempatan untuk kita untuk ambil bagian aspirasinya apa. consonsumer insight-nya apa.
Saya biasanya berlatih dengan bikin consumer Persona atau segmen melalui research, kemudian turun ke pasar dan berusaha identify orang-orang yang saya lihat. Ini kira-kira masuk Persona atau segmen mana. Hanya dengan melihat aja lalu berlatih peti untuk membayangkan kira-kira yang dia pikirin apa. Memikirkan apa yang dia cari, gimana produk kita bisa menyelesaikan.
Selanjutnya lagi juga yang harus dimengerti di 30 sampai 90 hari pertama adalah produk off dan competitifeness dari produk yang kita manage. Apa yang ditawarin dan apa yang ditawarkan oleh brand lain. Pada area mana kita unggul dan di area mana kita kalah. Kalau kita tidak bisa mengidentifikasi di mana kita unggul kita butuh untuk memformulasikan positioning agar kita bisa terlihat lebih unggul. Atau setidaknya mencari cara agar kita bisa menghindar dari perbandingan langsung.
Misalnya kalau kita jualan produk minuman dalam kemasan, pesaing jual produknya ukurannya 200 mg
dengan harga Rp20.000. Sementara kita 100 mg dengan harga Rp20.000 harganya sama tapi kita lebih kecil. Dengan mudah Konsumen akan lihat kok ini lebih mahal, harganya sama tapi kok dapatnya Lebih dikit.
Tujuan dari ngerti ini adalah untuk mapping di mana Lebih dan kurang produk kita dan gimana kita bisa menghillight
kelebihan dan mengaburkan kekurangannya. Selanjutnya lagi yang harus dimengerti juga adalah brand blueprint. Artinya kita harus bikin ini adalah tentang ngerti brand strateginya apa. Ini mencakup brand purpose-nya apa, personality-nya apa, aset
properti dan lain sebagainya.
Lalu penting buat kita untuk mengidentifikasi berbagai macam materi komunikasi dan branding yang kita sudah ada. Ada yang enggak sejalan dengan brand strategi di bagian mana dan gimana kita memperbaikinya. Dengan nguasain ini kita
bisa dengan mudah ngeembangun materi komunikasi dan branding untuk lebih sejalan brand appeariance-nya, communication and manner brand messaging dan lain sebagainya.
Dalam dunia marketing, memahami *buying journey* sangatlah penting. Proses ini melibatkan langkah-langkah yang dilakukan konsumen mulai dari kesadaran bahwa mereka membutuhkan suatu produk hingga pembelian produk tersebut. Tujuan utama dari mengidentifikasi *buying journey* adalah untuk menentukan saluran yang relevan dalam memengaruhi konsumen, menemukan peluang untuk berinteraksi dengan mereka, serta mengidentifikasi hambatan yang dapat membuat mereka batal membeli. Selain itu, penting juga untuk memahami siapa yang berperan dalam pengambilan keputusan pembelian dan faktor apa saja yang membuat konsumen membatalkan pembelian.
Kita juga harus bisa mengenali momen-momen yang tidak relevan dalam pengambilan keputusan pembelian. Mengidentifikasi *buying journey* produk pesaing juga tak kalah penting. Meskipun umumnya serupa, perbedaan strategi distribusi bisa mengubah *buying journey* secara signifikan. Mengetahui hal ini dapat membantu kita mempersiapkan atau mengantisipasi tantangan yang mungkin muncul.
Selain *buying journey*, penting juga untuk mengidentifikasi *building blocks*. Setiap merek memiliki target atau output tertentu, seperti total pendapatan atau jumlah pelanggan. Namun, terlalu fokus pada target tanpa memahami *input* yang mempengaruhi output tidak akan membawa perubahan. Untuk mencapai target, kita harus memperbaiki *building blocks* atau input yang mendasarinya. Sebagai contoh, dalam layanan internet, output bisa berupa jumlah pelanggan dan pendapatan. Input yang mendukung hal ini antara lain jumlah pelanggan lama yang memperpanjang langganan, tingkat penggunaan layanan, serta jumlah pelanggan yang menggunakan sistem *auto-debit*. Meningkatkan performa input ini adalah kunci untuk mencapai target.
Langkah lain yang krusial adalah mengidentifikasi *playmakers*. Dalam setiap organisasi, terutama tim marketing, ada peran-peran tertentu yang menjadi kunci kesuksesan, tergantung pada industrinya. Misalnya, dalam industri *grocery*, CRM mungkin menjadi *playmaker*, sementara dalam FMCG, *brand campaign* dan *creative production* lebih penting. Dengan mengetahui siapa yang harus menjadi *playmaker* dalam tim kita, kita dapat memprioritaskan sumber daya dan fokus yang tepat. Terakhir, semua informasi ini harus dituangkan dalam *marketing plan* yang mencakup strategi jangka pendek dan jangka panjang. Strategi jangka pendek berfokus pada akuisisi atau retensi pelanggan, sementara jangka panjang lebih ke *brand building*. Dengan rencana yang matang, baik karyawan baru maupun pengusaha bisa lebih produktif dalam 30 hingga 90 hari pertama mereka.
Menarik Untuk Ditonton : Cara Membuat Smart Goals Dalam Bisnis
Mau Konsultasi?