Santer diberitakan bahwa DIY menjadi provinsi termiskin di pulau Jawa. Banyak yang menyatakan iya tak pula sedikit yang menyanggahnya, data keluaran BPS ini menjadi hangat dibicarakan khalayak ramai mulai dari orang tua sampai muda.
Salah satu isu yang menghangat adalah soal UMR yang katanya tidak layak. Dikawatirkan anak berpendapatan Yogyakarta akan homeless suatu ketika.
Benarkah?
Pernyataan tersebut tidak sepenuhnya benar, karena kemampuan seorang milenial untuk membeli rumah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti lokasi, harga rumah, gaji, biaya hidup, dan juga pilihan hidup. Beberapa milenial mungkin memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk membeli rumah, sedangkan yang lain mungkin tidak.
Tentu saja, ada beberapa faktor yang membuat kemampuan milenial membeli rumah menjadi lebih sulit dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Misalnya, biaya hidup yang semakin tinggi, biaya pendidikan yang tinggi, dan kenaikan harga properti yang pesat. Selain itu, sulitnya mendapatkan pekerjaan yang stabil dan gaji yang memadai juga dapat membuat milenial kesulitan untuk mengumpulkan uang untuk membayar uang muka dan cicilan rumah.
Namun demikian, banyak milenial yang tetap memiliki harapan untuk memiliki rumah sendiri dan mereka melakukan berbagai upaya untuk mengatasi tantangan finansial yang dihadapi. Beberapa di antaranya mencari rumah di luar kota, membeli rumah bersama dengan pasangan atau teman, atau mencari skema kredit pemilikan rumah yang lebih fleksibel.
Dalam beberapa kasus, pemerintah juga memberikan bantuan atau program subsidi untuk membantu milenial membeli rumah. Oleh karena itu, pernyataan bahwa generasi milenial tidak bisa membeli rumah tidak sepenuhnya benar, dan banyak faktor yang harus dipertimbangkan sebelum membuat kesimpulan tersebut.
NB:
Dialog ini hanya percakapan dua orang anak muda yang menolak menjadi tua secara mental dan pikiran. Semata karena kecintaan terhadap Yogyakarta.
Selamat menonton.
Mau Konsultasi?