

Apakah Anda pernah penasaran mengapa ada orang yang bergaji puluhan juta rupiah sementara yang lain hanya beberapa juta, padahal kemampuan, ijazah, usia, dan pengalaman mereka sama persis? Atau mengapa ada orang yang bisa menutup proyek bernilai miliaran rupiah sementara orang lain hanya jutaan, meskipun secara kemampuan setara? Perbedaannya sering kali bukan pada keterampilan teknis, melainkan pada seni bernegosiasi.
Negosiasi adalah keterampilan praktis yang secara langsung berpengaruh terhadap percepatan karier, peningkatan pendapatan, dan pertumbuhan bisnis. Banyak orang menganggap negosiasi hanya penting bagi tenaga penjualan, diplomat, atau pengacara. Padahal, tanpa disadari, kita semua bernegosiasi setiap hari—dengan atasan, rekan kerja, pasangan, bahkan anak. Pertanyaannya, dalam berbagai situasi itu, siapa yang lebih sering menang—Anda atau lawan bicara Anda?
Chris Voss, mantan negosiator FBI, dalam bukunya Never Split the Difference, mengajarkan bahwa negosiasi bukan tentang perang argumen, tetapi tentang mengendalikan emosi dan memahami psikologi manusia. Selama 24 tahun berkarier, ia menangani berbagai kasus ekstrem seperti perampokan bank dan negosiasi penyanderaan. Dari pengalaman tersebut, ia menyadari bahwa pendekatan negosiasi tradisional—yang mengandalkan logika dan kompromi di tengah—sering kali gagal. Maka lahirlah pendekatan baru bernama Black Swan Method, yang berfokus pada penemuan informasi tersembunyi melalui empati dan pemahaman emosional.
Menarik Untuk Dibaca : Sahabat Nabi Yang Tajir dan Dermawan
Chris Voss belajar dari dua dunia: teori formal di Harvard Law School dan pengalaman lapangan di FBI. Ia menemukan bahwa kunci utama dalam negosiasi bukanlah angka atau tawaran, tetapi kemampuan mengendalikan emosi. Prinsip yang awalnya menyelamatkan nyawa dalam krisis, ternyata juga mampu menyelamatkan bisnis dan hubungan antar manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut data, sekitar 25% dari seluruh interaksi harian kita sebenarnya adalah bentuk negosiasi—mulai dari membujuk anak belajar hingga menentukan tempat makan bersama pasangan. Sayangnya, 54% orang tidak berani melakukan negosiasi, padahal 87% pemberi kerja sebenarnya menunggu calon karyawan untuk menawar. Akibatnya, banyak orang terjebak pada gaji atau tarif rendah hanya karena tidak berani membuka suara. Padahal, negosiator yang baik rata-rata mampu meningkatkan pendapatan hingga 15–20%, yang jika dihitung selama 20–30 tahun, nilainya bisa mencapai miliaran rupiah.
Chris Voss merangkum sembilan strategi utama dalam negosiasi yang efektif. Pertama, Mirror Words Selectively, yaitu mengulang kata-kata penting dari lawan bicara untuk menciptakan rasa nyaman dan membuka informasi lebih banyak. Kedua, Practice Tactical Empathy, yakni menunjukkan bahwa kita memahami emosi lawan bicara bahkan sebelum mereka mengungkapkannya. Ketiga, Get to “No”, yaitu memberi kesempatan kepada lawan bicara untuk mengatakan “tidak” lebih dulu agar mereka merasa aman dan tidak tertekan.
Strategi keempat adalah Trigger “That’s Right”, yaitu menciptakan momen ketika lawan bicara mengucapkan “Ya, kamu benar,” yang menandakan mereka merasa dipahami dan siap menerima usulan berikutnya. Kelima, Resist Compromise, artinya jangan terburu-buru mencari jalan tengah yang justru bisa merugikan kedua pihak. Keenam, Create the Illusion of Control, yaitu membuat lawan bicara merasa memegang kendali dengan mengajukan pertanyaan terbuka seperti “Menurut Anda, pendekatan apa yang paling masuk akal?”
Strategi ketujuh, Guarantee Execution, menekankan pentingnya konfirmasi berulang agar kesepakatan benar-benar dieksekusi. Kedelapan, Bargain Hard, yaitu negosiasi dengan kepercayaan diri penuh setelah seluruh tahapan sebelumnya dijalankan. Dan terakhir, Find the Black Swan, yaitu menemukan informasi tersembunyi yang bisa mengubah arah negosiasi secara drastis.
Sebagai contoh, dalam negosiasi proyek digital, mungkin Anda menemukan bahwa calon klien pernah trauma dengan vendor sebelumnya karena masalah kepercayaan. Dengan informasi itu, Anda dapat menekankan pendekatan personal dan membangun rasa aman, yang akhirnya membuat negosiasi berbalik menguntungkan tanpa perlu menurunkan harga.
Intinya, negosiasi bukan soal siapa yang menang atau kalah, tetapi tentang mengambil kendali atas arah hidup kita sendiri. Banyak orang pintar dan rajin, tetapi gagal mendapatkan pengakuan karena tidak tahu cara bernegosiasi. Mereka mampu membuat presentasi hebat, tetapi gugup saat meminta kenaikan gaji. Padahal, hampir semua hal yang kita inginkan dalam hidup—uang, karier, waktu, kebebasan—berhubungan dengan kemampuan bernegosiasi dengan manusia lain.
Negosiasi bukan hanya keterampilan bisnis, tetapi keterampilan hidup. Ia mengajarkan kapan harus berbicara, kapan harus diam, dan bagaimana mengarahkan situasi agar sesuai dengan tujuan kita tanpa menimbulkan konflik. Di dunia yang semakin kompetitif ini, yang paling kuat bukanlah mereka yang paling keras, tetapi mereka yang paling memahami manusia.
Jadi, pertanyaannya sederhana: apakah Anda akan terus diam, atau mulai belajar seni bernegosiasi hari ini?
Menarik Untuk Ditonton : Strategi Mengembangkan Pasar
Mau Konsultasi?