Pertama, pasarnya lesu, terutama tahun kemarin saat ekonomi masih belum pulih sepenuhnya. Banyak teman-teman pedagang lainnya juga merasakan kondisi yang sama. Kedua, pasar mulai terbagi. Dahulu, Pasar Pagi hanya ada di satu tempat, namun beberapa tahun terakhir pemerintah membuka Pasar Pagi di tempat lain. Hal ini menyebabkan jumlah pelanggan yang biasanya 10, kini terbagi, bahkan mungkin hanya tersisa lima.
Yang paling berat adalah kondisi keuangan yang buruk atau cash flow yang tidak stabil, bahkan sampai menumpuk hutang. Mas Reza juga terkena budaya pinjaman pasar, di mana pedagang dipinjami uang dan harus membayar harian dengan bunga yang besar, mirip seperti rentenir. Jika jualan bagus, pinjaman ini tidak terasa berat, karena bisa membayar harian Rp50.000 hingga Rp100.000 dari omset hari itu. Namun, jika pasar lesu, pinjaman ini menjadi masalah besar.
Menarik Untuk Dibaca : Bisnis Dunia Otomotif
Mas Reza memiliki pinjaman di perbankan dan juga pinjaman pasar. Berdasarkan data yang ia bagikan, keuangannya benar-benar remuk. Motor dan mobilnya dijual untuk menutup hutang, hingga akhirnya ia memutuskan untuk berhenti berjualan karena sudah tidak kuat lagi.
Namun, bahkan setelah berhenti, hutangnya masih tersisa. Mas Reza sempat mempertimbangkan bekerja ikut orang lain, bahkan sudah melamar pekerjaan di pabrik di kawasan Semarang. Namun, pergolakan batin muncul. Sebagai seorang pedagang dan pebisnis, Mas Reza merasa bekerja sebagai karyawan akan menjadi “mimpi buruk” karena ia takut akan merasa jenuh bekerja di tempat yang sama setiap hari, dengan penghasilan yang tetap. Akhirnya, setelah maju mundur, Mas Reza memutuskan untuk tidak jadi melamar pekerjaan tersebut.
Sebagai gantinya, ia memberanikan diri meminjam uang. Kali ini, ia meminjam uang di “bank mertua,” atau dengan kata lain, pinjam kepada orang tua istrinya. Pinjam uang kepada mertua adalah keputusan yang berat bagi Mas Reza, namun ia merasa tidak punya pilihan lain untuk memulai usaha lagi.
Mungkin jika mertuanya baik dan sangat mendukung, ini adalah kabar baik. Namun, jika mertuanya kurang mendukung, tentu ini bisa menjadi masalah. Beruntungnya, dalam kasus ini, mertuanya sangat mendukung. Ketika Mas Reza meminjam Rp4 juta, malah diberikan lebih, yaitu Rp5 juta.
Sebagian uang tersebut digunakan untuk melunasi sebagian hutangnya. Saya kurang tahu apakah hutangnya dilunasi secara cicilan bulanan atau semuanya lunas. Intinya, sebagian digunakan untuk membayar hutang dan sebagian lagi digunakan untuk modal usaha kopi keliling, seperti membeli peralatan yang diperlukan, seperti termos dan box kopi.
Namun, ada masalah lain, Mas Reza tidak memiliki motor karena motornya sudah dijual, begitu juga mobilnya. Karena itu, dia harus berani “muka tembok” dan meminjam motor kepada Bude-nya. Dengan modal dari mertua dan motor pinjaman dari Bude, dia mulai berjualan kopi keliling.
Pada awalnya, dia mencoba berjualan di pinggiran kota Semarang. Namun, ini sangat berat karena persaingan ketat dan sudah banyak penjual kopi keliling di sana. Setiap hari ia hanya bisa mendapatkan penghasilan antara Rp10.000 hingga Rp20.000, yang bahkan belum cukup untuk membeli bensin, sehingga ia mengalami kerugian.
Mas Reza lalu mencoba mencari strategi baru. Dia keliling ke kawasan industri di Semarang, berharap bisa mendapatkan lebih banyak pembeli di sana. Namun, di kawasan industri pun sudah banyak pedagang yang mapan dan persaingan sangat ketat. Ia pun kembali merasa kesulitan.
Untungnya, ada secercah harapan. Seorang petugas satpam menyarankan Mas Reza untuk mencoba berjualan di perumahan baru yang sedang dibangun. Petugas tersebut memberi tahu bahwa di sana mungkin ada rezeki untuk Mas Reza. Ini menjadi titik balik bagi Mas Reza untuk mencoba peruntungan di tempat baru dengan harapan mendapatkan hasil yang lebih baik.
Mas Reza datang ke sebuah perumahan proyek yang masih dalam tahap pembangunan. Di sana, ia menemukan rezeki yang cukup baik. Saat saya tanya, Mas Reza mengatakan bahwa ia bisa menjual antara 70 hingga 100 gelas kopi per hari. Namun, dia sadar bahwa berjualan kopi keliling di proyek hanya bersifat sementara karena proyek tersebut akan selesai, dan otomatis pasarnya akan hilang.
Dia juga menyadari bahwa mencari pasar baru dengan banyak orang berkumpul membutuhkan usaha ekstra. Akhirnya, Mas Reza memutuskan bahwa berjualan kopi keliling hanyalah batu loncatan, bukan sesuatu yang bisa dijadikan sumber penghasilan jangka panjang.
Dalam dunia bisnis, ada istilah “bisnis sapi perah” yang berarti bisnis yang menghasilkan keuntungan setiap hari, namun tidak bisa bertahan selamanya. Mas Reza melihat jualan kopi ini seperti “sapi perah” yang pada waktunya akan mati, sehingga ia memutuskan untuk menginvestasikan keuntungannya ke bisnis yang lebih berjangka panjang, yaitu berjualan sosis bakar.
Mas Reza memulai usaha sosis bakar di tempat yang ramai, dan alhamdulillah, usahanya berjalan dengan baik. Ia menyadari bahwa menjual sosis bakar lebih menguntungkan dan tidak terlalu melelahkan dibandingkan dengan berjualan kopi keliling. Pagi hingga sore ia berjualan kopi, dan sore hingga malam ia berjualan sosis bakar. Dengan tempat yang tetap, Mas Reza merasa bisnis sosis bakar ini memiliki potensi jangka panjang yang lebih baik dibandingkan bisnis kopi keliling yang ia lakukan di proyek.
Mas Reza adalah pemuda yang cerdas dan inovatif. Ketika berbicara tentang masa depan, ia mengingat kembali pengalamannya saat bangkrut karena hanya memiliki satu sumber penghasilan. Ia belajar dari pengalaman tersebut dan memutuskan bahwa di masa depan, ia harus memiliki lebih dari satu sumber penghasilan. Mimpinya adalah menjadikan usaha sosis bakar sebagai sumber penghasilan harian, sementara kopi keliling tetap berjalan sebagai tambahan.
Namun, mimpi jangka panjangnya tidak berhenti di sana. Mas Reza bercita-cita untuk memiliki usaha ternak lele sebagai sumber penghasilan mingguan. Dengan cara ini, ia berharap bisa memiliki lebih banyak sumber pendapatan yang stabil di masa depan, sehingga tidak mengalami kesulitan seperti saat dulu hanya bergantung pada satu bisnis saja.
Mas Reza juga memiliki ide menarik terkait penghasilan mingguan dan bulanan. Selain berencana untuk membudidayakan lele, ia juga berencana menanam sayuran seperti kangkung dan semanggi. Meskipun belum memiliki sayuran tersebut saat ini, Mas Reza sudah mulai menawarkan kepada pedagang keliling yang ia kenal dari pengalamannya di pasar. Dengan relasi yang kuat, ia mencoba menawarkan kangkung dan semanggi walaupun belum memiliki barangnya. Respon positif dari pedagang keliling membuatnya yakin bahwa pasar untuk sayuran ini menjanjikan.
Mas Reza juga memiliki lahan kecil milik keluarganya, yang saat ini digunakan untuk mulai menanam kangkung dan semanggi. Selain itu, orang tuanya memiliki lahan lele yang terbengkalai, sehingga Mas Reza berencana untuk memanfaatkan lahan tersebut untuk budidaya lele. Ia ingin mengatur siklus penebaran benih agar bisa memanen lele secara mingguan atau bahkan harian, sehingga penghasilannya lebih stabil.
Untuk penghasilan bulanan, Mas Reza berencana memulai usaha ayam broiler. Meskipun belum jelas alasan spesifik mengapa ia memilih ayam broiler, kemungkinan besar karena prospeknya yang menguntungkan dan pasarnya yang luas. Selain itu, untuk penghasilan tahunan, Mas Reza berencana mengembangkan usaha vanili dan memelihara domba atau kambing.
Dengan strategi ini, Mas Reza membagi penghasilannya ke dalam beberapa kategori: harian, mingguan, bulanan, dan tahunan. Ia ingin memastikan bahwa ia memiliki berbagai sumber penghasilan yang stabil, sehingga tidak hanya mengandalkan satu jenis bisnis seperti yang pernah ia alami sebelumnya. Meskipun memiliki beberapa sumber pendapatan memiliki tantangan tersendiri, Mas Reza yakin bahwa dengan pengalaman yang ia miliki, ia bisa mengatasi hal tersebut. Pembelajaran dari kisah Mas Reza ini bisa menjadi inspirasi bagi kita semua, bahwa memiliki banyak sumber penghasilan bisa membantu kita menghadapi ketidakpastian ekonomi di masa depan.
Menarik Untuk Ditonton : Cara Optimasi Google Profile Bisnis
Sumber : Pecah Telur
Mau Konsultasi?