Peluang Bisnis ~ Indonesia itu sebenarnya surga buat orang yang pengin memulai usaha kecil. Di sini masyarakatnya banyak, konsumtif, dan untuk mulai bikin usaha tidak perlu banyak persyaratan. Misalnya mau jualan makanan ringan, baju, atau skincare, semuanya bisa jalan tanpa perizinan ketat, tanpa sertifikasi, bahkan tanpa harus punya toko atau kantor fisik. Bandingkan dengan negara maju seperti Australia atau Jerman, di mana untuk buka kedai kopi kecil saja harus lulus sertifikasi kebersihan dan kelayakan makanan.
Di Indonesia, jualan keripik pedas lewat live shopping bisa viral dan langsung laku keras. Jualan skincare dari maklon lalu dibikin brand sendiri juga bisa laku banget. Jualan kedai kopi sederhana pun tinggal sewa lapak saja. Di negara maju, tidak mungkin bisa jualan makanan atau barang konsumsi sebebas itu. Harus ada sertifikasi keahlian, uji laboratorium, dan segudang syarat lainnya.
Tapi justru di negara sefleksibel ini, banyak usaha kecil yang malah tidak bisa berkembang. Bahkan mayoritas bisnis kecil tutup dalam waktu kurang dari lima tahun. Padahal peluangnya besar dan tidak seribet di negara maju.
Nah, di video kali ini kita tidak akan bahas kenapa banyak usaha kecil gagal. Saya justru mau membahas ciri-ciri usaha kecil yang akhirnya berhasil tumbuh jadi besar. Apa polanya? Apa kunci suksesnya? Dan bagaimana caranya supaya usaha kita bisa mendekati ciri-ciri itu?
Menarik Untuk Dibaca : Kenapa Takut Daftar E-Catalog ?
Ciri pertama dari usaha kecil yang bisa jadi besar adalah mereka melakukan riset dulu sebelum meluncurkan produk atau memulai usaha. Kemauan untuk riset ini jarang sekali dilakukan oleh pelaku usaha kecil di Indonesia. Banyak usaha yang jalan hanya karena ikut-ikutan tren atau sekadar modal feeling dan semangat. Padahal tidak semua tren bisa diikuti tanpa tahu risiko bisnisnya.
Karena tidak ada riset, banyak bisnis kecil terjebak di zona “asal jalan dulu”. Mereka tidak tahu siapa target pasar sebenarnya, tidak tahu keunggulan produk dibanding pesaing, bahkan tidak tahu siapa yang mau beli dan dengan harga berapa. Itu sebabnya banyak bisnis baru di ruko yang awalnya ramai, tapi ujung-ujungnya mati pelan-pelan karena tidak dimulai dengan riset.
Coba lihat bisnis-bisnis yang akhirnya berhasil jadi besar. MS Glow, misalnya, sangat paham siapa target market mereka dan memilih positioning yang pas. Harganya terjangkau, brand-nya familiar, dan promosinya intensif ke kalangan selebgram menengah. Maicih juga bukan sekadar jual keripik pedas, tapi sejak awal punya pendekatan berbeda.
Mereka riset tren makanan ekstrem, kemasan kecil yang praktis, dan distribusi masif ke komunitas. Contoh lain, brand outdoor lokal yang serius riset kebutuhan pengguna: bahan anti air, daya tahan ransel, sampai kenyamanan sepatu untuk tracking. Intinya, usaha kecil yang serius riset pasar, pesaing, maupun kebutuhan konsumen sejak awal punya peluang lebih besar untuk bertahan dan tumbuh.
Riset pasar tidak harus ribet. Mulai dari hal sederhana: cek Google Trend, ngobrol dengan calon konsumen, wawancara 10 teman, bikin survei singkat, atau amati komentar dan review produk serupa. Misalnya kamu mau jualan skincare, coba tanya beberapa orang yang rutin memakainya. Apa masalah mereka? Produk favoritnya apa? Berapa budget bulanan mereka? Dari situ, kamu bisa menemukan pola kebutuhan atau celah produk yang belum ada solusinya.
Ciri kedua dari usaha kecil yang bisa tumbuh besar adalah bisnisnya tidak hanya bergantung pada pemilik, tetapi dijalankan bersama tim dengan sistem yang jelas. Sayangnya, banyak usaha kecil di Indonesia masih sangat bergantung pada owner.
Semua dikerjakan sendiri: urus supplier, kontrol kualitas, balas chat, bungkus barang, sampai antar ke ekspedisi. Karyawan hanya bantu-bantu tanpa tanggung jawab jelas. Bahkan sering kali owner tidak percaya pada orang lain dan tidak membuat sistem kerja yang bisa diturunkan. Dengan pola seperti ini, wajar kalau bisnis sulit naik level.
Sebaliknya, usaha kecil yang bisa naik kelas biasanya sejak awal sudah memikirkan sistem, sekecil apa pun. Ada pencatatan stok, alur kerja, pembagian peran. Bahkan kalau masih dikerjakan sendiri pun, mereka sudah tahu urutannya dan mulai menyusun cara kerja yang bisa diajarkan ke orang lain nanti.
Tanpa sistem, semua akan terus bergantung pada energi dan waktu pemilik. Padahal sehebat-hebatnya orang, tentu ada batasnya. Makanya bisnis yang bertahan dan tumbuh bukanlah yang pemiliknya paling sibuk, tapi yang paling paham cara membuat bisnis tetap jalan meski tidak turun tangan setiap hari.
Coba perhatikan bisnis kecil yang berhasil naik kelas, dari satu cabang jadi ratusan, dari dapur rumah jadi pabrik. Mereka semua punya kesamaan: sistem yang rapi. Tidak ada bisnis yang bisa tumbuh besar kalau masih dijalankan serabutan. Mustahil tanpa SOP, pencatatan, dan alur kerja yang jelas. Selama malas bikin sistem, bisnis hanya akan berputar di situ-situ saja. Sibuk terus, tapi tidak benar-benar bertumbuh.
Ciri ketiga dari usaha kecil yang bisa berkembang jadi besar adalah berani mendigitalisasi bisnis. Bukan cuma dari sisi marketing, tapi juga operasional dan pencatatan keuangan. Banyak pelaku UMKM masih pakai sistem manual untuk semua hal: catatan stok di buku tulis, transaksi di nota kertas, promosi hanya mulut ke mulut. Padahal pendekatan manual membuat data hilang, keputusan bisnis sulit, dan gampang keteteran saat order mulai ramai.
Bisnis yang digital jauh lebih lincah, rapi, dan siap untuk scale-up. Tidak ada bisnis besar di zaman sekarang yang masih bertahan dengan cara manual. Kesuksesan mereka bukan karena kantor mewah atau modal besar, tapi karena sistem dan data yang kuat. Mereka bisa cepat memutuskan kapan restock, kapan promosi, atau kapan menahan pengeluaran. Semua itu hanya mungkin jika proses bisnis sudah terdigitalisasi.
Namun, digitalisasi tidak bisa asal. Banyak pelaku usaha kecil yang coba pakai software, tapi malah tambah pusing karena sistemnya terpisah-pisah: kasir sendiri, akuntansi sendiri, manajemen proyek sendiri. Akhirnya bukan makin efisien, malah makin ribet dan mahal karena harus langganan banyak aplikasi. Yang dibutuhkan adalah sistem terintegrasi, satu ekosistem yang menyambungkan semua proses bisnis dalam satu dashboard.
Sekarang sudah ada platform manajemen bisnis yang praktis dan terintegrasi, salah satunya Odoo. Dengan sistem manajemen digital terpusat, kamu tidak perlu lagi mencatat pesanan di WhatsApp, menyimpan kontak supplier di Excel, atau jadi penghubung antara gudang dan sales soal stok. Semuanya bisa disatukan dalam satu ekosistem yang bisa diakses karyawan dari laptop, iPad, atau handphone. Mulai dari penjualan, stok, produksi barang, CRM, hingga laporan keuangan—semuanya terhubung real time dan otomatis.
Untuk pelaku usaha di Indonesia, Odoo juga sudah mendukung e-faktur terbaru dari DJP. Jadi kamu bisa langsung unduh file XML faktur pajak sesuai standar pemerintah, lengkap dengan perhitungan PPN otomatis sesuai skema terbaru. Kalau jualan online, Odoo juga sudah terintegrasi dengan Shopee. Pesanan masuk, stok, dan invoice langsung tersinkronisasi. Cocok banget buat bisnis yang masuk ke omni-channel.
Dari sisi pembayaran, Odoo sudah mendukung metode lokal lewat integrasi Sendit dan Interactive QRIS. Pelanggan bisa bayar pakai QRIS, transfer bank, e-wallet, hingga paylater, dan semua data langsung tercatat otomatis. Tidak banyak ERP yang serius berinvestasi dalam fitur lokal untuk UMKM Indonesia, tapi Odoo hadir dengan komitmen jelas: mendukung bisnis kecil dengan harga langganan terjangkau, mulai dari Rp100 ribuan per bulan.
Intinya, Odoo bantu usaha kecil naik kelas dengan cara simpel tapi powerful. Kamu bisa mulai dari aplikasi yang dibutuhkan saja, lalu berkembang seiring bisnis tumbuh.
Jadi, kalau dirangkum, usaha kecil yang bisa jadi besar biasanya punya tiga ciri utama. Pertama, mereka tidak asal ikut tren, tapi mulai dari riset yang matang. Kedua, mereka tidak bergantung sepenuhnya pada pemilik karena sudah membangun sistem kerja. Ketiga, mereka berani digitalisasi supaya semua proses bisnis makin rapi, efisien, dan siap scale-up.
Poin ini terbukti kalau kita lihat perusahaan yang pakai platform seperti Odoo: Ismaya Group, BLP Beauty, Dekor Rumah, dan banyak lainnya yang mengedepankan sistem rapi. Kalau bisnis kamu masih jalan manual, semua dipegang sendiri, atau belum tahu produk mana yang paling cuan, bukan berarti gagal. Itu tanda kalau sekarang saatnya upgrade cara kerja: mulai riset, bikin sistem, dan pakai teknologi.
Karena semua bisnis besar dulunya juga bisnis kecil yang berani berubah lebih dulu. Kalau kamu mau mulai digitalisasi, bisa cek Odoo—platform manajemen bisnis terintegrasi yang sudah bantu banyak usaha kecil di Indonesia untuk kerja lebih cerdas, bukan lebih capek. Dan kalau tertarik belajar Odoo sekaligus networking dengan sesama business owner, kamu juga bisa ikut event industri “Focus Odoo” yang infonya ada di deskripsi.
Semoga usaha kamu makin sehat, makin rapi, dan makin dekat dengan tujuan besar yang kamu bayangkan.
Menarik Untuk Ditonton : Strategi Mengembangkan Pasar
Mau Konsultasi?