Edukasi Bisnis ~ Pernahkah kita bertanya-tanya bagaimana caranya seseorang bisa menjadi sangat kaya, tapi tetap rendah hati, dermawan, dan fokus pada akhirat? Sebab, kalau kita lihat realitas hari ini, banyak orang ketika diberi harta melimpah justru kehilangan kendali: ada yang sombong, ada yang lupa berbagi, bahkan ada yang terjerumus ke jalan yang salah. Namun di zaman Rasulullah ﷺ ada seorang sahabat dengan kekayaan luar biasa besar, bahkan termasuk orang terkaya di zamannya. Uniknya, kekayaan itu justru membuatnya semakin dekat dengan Allah ﷻ, semakin dermawan, dan semakin sederhana. Dialah Abdurrahman bin Auf.
Kisah beliau bukan sekadar cerita sejarah, tapi juga pelajaran berharga tentang bagaimana seharusnya kita memandang harta dan mengelola finansial. Dari cara bekerja, berdagang, hingga membelanjakan harta, semuanya penuh logika, strategi, dan sarat makna.
Abdurrahman bin Auf adalah salah satu sahabat Nabi ﷺ yang termasuk dalam golongan asyrah mubasyarah bil jannah—10 sahabat yang dijamin masuk surga. Beliau lahir di Mekah dari suku Quraisy, termasuk kalangan terpandang. Sebelum masuk Islam, namanya Abdu Amr.
Setelah masuk Islam, Rasulullah ﷺ mengganti namanya menjadi Abdurrahman, yang berarti “hamba Allah Yang Maha Pengasih”. Dari perubahan nama itu saja, terlihat betapa beliau ingin hidup sepenuhnya di jalan Allah. Secara karakter, beliau dikenal jujur, cerdas, dan pekerja keras. Ketika masuk Islam, beliau masih muda, penuh semangat, dan rela berkorban demi agama, meski menghadapi tekanan berat dari kaum Quraisy.
Yang menarik, Abdurrahman bin Auf tidak terlahir kaya. Kekayaannya adalah hasil kerja keras, kemampuan membaca peluang, dan kejujuran dalam berdagang. Maka, kisah finansialnya sangat relevan dipelajari, apalagi di era sekarang ketika banyak orang mencari kesuksesan instan. Saat Rasulullah ﷺ memerintahkan hijrah ke Madinah, beliau ikut serta. Namun, kaum Quraisy melarang sahabat membawa harta mereka, sehingga Abdurrahman harus meninggalkan semua bisnis dan asetnya. Bayangkan, seorang pebisnis sukses harus memulai hidup dari nol di kota baru.
Di Madinah, Rasulullah ﷺ mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshar. Abdurrahman dipersaudarakan dengan Saad bin Rabi, sahabat kaya yang menawarkan separuh hartanya. Tapi Abdurrahman menolak dengan halus.
Beliau hanya berkata, “Semoga Allah memberkahi harta dan keluargamu. Tunjukkan saja di mana pasar.” Jawaban ini menunjukkan mental luar biasa: tidak mau hidup dari belas kasihan orang lain, dan yakin bahwa rezeki ada di pasar, yaitu melalui usaha.
Abdurrahman pun mulai berdagang di pasar Bani Qainuqa, menjual barang sederhana seperti mentega dan keju. Dari usaha kecil, beliau bangkit lagi. Dengan kejujuran dan strategi bisnis, pelanggan makin percaya dan keuntungan pun bertambah.
Menarik Untuk Dibaca : Pentingnya Customer Review
Pelajaran pertama yang bisa kita ambil: kesuksesan butuh mental mandiri dan keberanian mulai dari nol. Kalau Abdurrahman yang sudah mapan saja rela bangun dari bawah, kita pun tidak boleh minder ketika harus memulai kecil.
Apa rahasia sukses finansial beliau? Pertama, jujur dalam berdagang. Abdurrahman tidak pernah menipu, tidak mengurangi timbangan, tidak menjual barang palsu. Kejujuran membuat pelanggan percaya, dan kepercayaan jauh lebih berharga daripada modal besar. Kedua, tidak serakah. Beliau lebih memilih untung sedikit tapi berkah, daripada mengambil keuntungan besar yang membuat pelanggan kapok. Ketiga, kerja keras dan disiplin.
Beliau tidak gengsi berjualan barang sederhana, konsisten, telaten, hingga usahanya berkembang besar. Keempat, pandai membaca peluang. Beliau tahu kebutuhan masyarakat, tahu kapan membeli dan menjual. Kelima, mengutamakan keberkahan. Abdurrahman sangat berhati-hati agar hartanya halal, karena harta haram akan merusak hidup.
Jika dipikir logis, strategi ini sangat masuk akal. Bisnis tanpa kejujuran tidak bertahan lama. Bisnis serakah akan ditinggalkan pelanggan. Bisnis tanpa kerja keras akan mandek. Dan bisnis tanpa keberkahan cepat atau lambat hancur. Maka, yang dilakukan Abdurrahman bin Auf adalah strategi bisnis jangka panjang.
Yang paling menginspirasi adalah kedermawanannya. Walau kaya raya, beliau justru semakin banyak berbagi. Saat perang Tabuk, beliau menyumbangkan emas dalam jumlah besar. Beliau juga pernah menyumbangkan 500 ekor kuda, ribuan unta penuh muatan, serta rutin membantu fakir miskin, anak yatim, dan janda sahabat. Jika dikalkulasikan dengan nilai saat ini, sumbangan beliau setara miliaran hingga triliunan rupiah. Meski begitu, beliau tetap hidup sederhana. Ketika wafat, hartanya terbagi untuk keluarga, fakir miskin, dan umat.
Secara logis, prinsip beliau adalah sirkulasi harta. Harta yang ditimbun bisa habis, tapi harta yang dibagikan justru berputar dan bertambah. Secara spiritual, ini keberkahan. Secara ekonomi, ini seperti investasi sosial: membantu orang lain membuat ekosistem sehat, dan kita pun ikut merasakan dampaknya.
Apa yang bisa kita pelajari? Pertama, mulai dari kecil jangan malu. Kesuksesan butuh proses. Kedua, jujur adalah modal utama karena reputasi adalah aset terbesar. Ketiga, hidup sederhana walau kaya agar harta tidak membuat kita lupa diri. Keempat, gunakan harta untuk kebaikan, karena harta adalah titipan. Kelima, cari keberkahan, bukan sekadar kekayaan. Uang banyak belum tentu berkah, tapi uang halal meski sedikit lebih menenangkan.
Kisah Abdurrahman bin Auf membuktikan bahwa kekayaan sejati bukan diukur dari seberapa banyak kita kumpulkan, melainkan seberapa banyak yang bisa kita berikan. Beliau menunjukkan bahwa kaya bisa menjadi jalan menuju surga, asal dikelola dengan benar. Maka, jangan takut mencari kekayaan. Yang penting caranya halal, niatnya benar, dan hasilnya digunakan untuk kebaikan. InsyaAllah bukan hanya sukses di dunia, tapi juga sukses di akhirat.
Menarik Untuk Ditonton : Strategi Mengembangkan Pasar
Mau Konsultasi?