Belakangan, Chesky berharap fungsi Airbnb bisa berkembang seperti aplikasi-aplikasi lain yang melampaui fungsi awalnya. Misalnya, WeChat di Tiongkok yang bisa dipakai mulai dari bayar kopi hingga mengurus dokumen negara, atau Gojek dan Grab yang sudah menjadi bagian dari keseharian masyarakat Asia Tenggara. Atau Amazon, yang tumbuh dari toko buku menjadi pusat ekonomi digital dunia. Maka Chesky mulai bertanya, kenapa Airbnb tidak bisa dibuat seperti itu? Kenapa Airbnb hanya dipakai untuk liburan saja?
Karena itulah, ia ingin mengubah Airbnb. Pertanyaannya: peluang mana yang masih terbuka? Bisakah Airbnb dikembangkan menjadi aplikasi multifungsi? Apa saja tantangannya? Yuk, kita cari tahu.
Menarik Untuk Dibaca : High Performance Individual
Di awal 2010-an, Airbnb berkembang pesat. Pertumbuhannya menanjak, untung besar, operasional stabil, dan posisi pasar kuat. Airbnb terkenal di seluruh dunia sebagai platform penyewaan akomodasi alternatif. Tapi justru di saat itulah, Chesky merasa Airbnb mulai kehilangan arah. Ia gelisah karena Airbnb hanya menjadi aplikasi liburan biasa, bukan aplikasi yang mempertemukan manusia dan mengenalkan pelancong pada kehidupan lokal. Padahal, itu adalah visi awalnya.
Akhirnya, pada November 2016, Airbnb meluncurkan fitur “Trips” dan memperkenalkan “Airbnb Experiences.” Ini bukan sekadar fitur tambahan, tapi upaya menjadikan Airbnb sebagai platform perjalanan lengkap dan bagian dari gaya hidup. Melalui experiences, pelancong diajak menikmati pengalaman baru seperti membuat pasta di dapur Italia, menyelam di laut tersembunyi, atau menghadiri konser underground. Semua dipandu warga lokal agar terasa otentik.
Namun, fitur itu tidak berjalan mulus. Kurasi konten tidak konsisten, harapan pengguna tidak terpenuhi, dan tekanan dari kompetitor serta investor mulai berdatangan. Bahkan di kalangan internal pun muncul pertanyaan: apakah Airbnb masih berbicara soal misi awal, atau sekadar mengejar mimpi baru yang belum tentu dibutuhkan?
Di akhir 2023, peristiwa pemecatan Sam Altman dari OpenAI menginspirasi refleksi baru bagi Chesky. Ia membela sahabatnya itu, bahkan terlibat langsung mengawal proses kembalinya Altman ke OpenAI. Saat orang-orang menikmati libur Thanksgiving, Chesky justru sibuk menulis manifesto sepanjang 1.500 kata. Isinya terang dan jelas: Airbnb harus berevolusi. Catatan itu dibagikan ke seluruh jajaran pimpinan. Setelah dipelajari, mereka memahami dan menyusun rencana aksi.
Airbnb mulai menyiapkan peluncuran layanan baru yang menawarkan jasa harian, seperti koki rumahan, pelatih kebugaran, pemijat, hingga fotografer. Semuanya bisa dipesan lewat aplikasi, bahkan oleh warga lokal yang tidak sedang menginap. Airbnb juga menghidupkan kembali fitur experiences dengan pendekatan lebih matang, ratusan kota disurvei, ribuan penyedia layanan dikurasi, dan jutaan dolar disiapkan.
Untuk mewujudkan transformasi ini, Airbnb membangun ulang desain aplikasinya. Chesky mengajak desainer legendaris Apple, Jony Ive, untuk menyusun ulang elemen visual dan interaksi pengguna. Desainnya kini lebih hangat dan responsif. Fitur profil juga ditingkatkan agar pengguna bisa membangun identitas digital yang terpercaya. Para pengguna kini bisa tetap terhubung dengan orang-orang yang pernah mereka temui lewat aplikasi.
Tujuannya satu: menjadikan Airbnb bukan hanya aplikasi liburan, melainkan teman keseharian yang bisa menawarkan layanan nyata dan membangun hubungan bermakna. Model bisnis Airbnb disebut “matchmaker.” Nilai platform ini bukan dari produk yang dijual, tapi dari kemampuannya mempertemukan dua pihak: pemilik rumah dan penyewa. Pertumbuhan terjadi lewat efek jaringan (network effect): makin banyak pengguna, makin berguna platformnya.
Airbnb memulai dengan fokus pada sisi penawaran: membantu pemilik mempersiapkan rumah untuk disewakan. Setelah pasokan tersedia, permintaan pun datang dan keduanya tumbuh bersama. Tapi ketika bisnis sudah mapan, pertanyaannya menjadi: apakah cukup sampai di sini, atau masih ada ruang untuk memperluas manfaat Airbnb?
Chesky sadar bahwa jika hanya bertahan di layanan penginapan, Airbnb akan stagnan. Maka ia memilih strategi “ambidextrous”—yakni eksploitasi dan eksplorasi sekaligus. Di satu sisi, mereka menyempurnakan bisnis utama: meningkatkan keamanan, memperbaiki sistem verifikasi, menyempurnakan antarmuka, dan menyesuaikan harga. Di sisi lain, mereka mengeksplorasi layanan baru: experiences, jasa pribadi, hingga fitur relasi antar pengguna.
Airbnb kini sedang bergerak menjadi ekosistem, bukan sekadar platform. Mereka ingin pengguna bisa menemukan segalanya dalam satu aplikasi—bukan hanya penginapan, tapi juga pengalaman, koneksi sosial, dan jasa sehari-hari. Ini seperti yang dilakukan WeChat, Gojek, Grab, atau Amazon. Semua berhasil membuat penggunanya semakin tergantung karena semua kebutuhan bisa diselesaikan di satu tempat.
Namun, langkah Airbnb tidak bebas dari tantangan. Di satu sisi mereka ingin memperluas cakupan, di sisi lain harus menjaga kualitas layanan utama. Tantangan sebenarnya bukan soal ide besar, tapi bagaimana mewujudkan visi tanpa menggoyahkan fondasi yang sudah terbukti berhasil.
Dari perjalanan Airbnb, ada tiga pelajaran penting. Pertama, bisnis besar sering lahir dari empati terhadap masalah kecil. Airbnb lahir bukan dari ambisi besar, tapi dari kebutuhan manusiawi: tamu butuh tempat tinggal, tuan rumah butuh penghasilan. Pertemuan sederhana itu mengubah dunia.
Kedua, efisiensi dibutuhkan untuk relevansi hari ini, tapi eksplorasi penting untuk keberlanjutan esok hari. Airbnb berani keluar dari zona nyaman demi masa depan, meski penuh risiko.
Ketiga, inovasi sejati bukan soal menambah fitur, tapi menjaga arah dan nilai. Airbnb memperluas ekosistemnya, tapi tetap kembali ke inti: membangun hubungan manusia yang hangat dan bermakna.
Menarik Untuk Ditonton : Cara Menghitung HPP Produk
Mau Konsultasi?