Pertama, coba tuliskan 8–10 nama orang terdekat dalam hidup Anda, baik dari lingkungan kerja maupun pribadi. Setelah itu, pikirkan kembali: bagaimana Anda bisa berteman dengan mereka? Apakah Anda berkenalan langsung, atau dikenalkan oleh pihak lain? Jika sebagian besar nama tersebut Anda kenal tanpa perantara alias “saya sendiri”, bisa jadi Anda sudah terjebak dalam similarity trap atau jebakan kesamaan.
Mari kita bahas satu persatu mengenai point – point tersebut agar lebih detail. Tetapi pembahasan ini bukan suatu hal yang mutlak. Karena setiap orang memiliki sudut pandang berbeda.
Similarity trap adalah kecenderungan kita untuk berteman dan berjejaring dengan orang-orang yang memiliki latar belakang atau karakter mirip dengan kita: satu jurusan, satu daerah asal, hobi yang sama, cara pikir yang serupa. Ini membuat kita nyaman dalam berinteraksi, tapi di sisi lain membatasi cakrawala berpikir. Kita akan mendengar sudut pandang yang sama berulang kali, sehingga wawasan dan inspirasi baru sulit masuk.
Menarik Untuk Dibaca : Apakah Masih Relevan ?
Jebakan kedua adalah proximity trap, yaitu kecenderungan menjalin hubungan hanya karena kedekatan geografis atau fisik. Contohnya: teman dekat kita adalah rekan satu kantor, satu ruangan, teman satu bangku saat kuliah, atau tetangga dekat rumah. Meskipun mereka mungkin sangat berbeda secara karakter atau latar belakang, namun karena sering bertemu, hubungan terbangun dengan sendirinya. Akibatnya, jaringan kita tetap terbatas pada orang-orang yang “terlalu dekat”, bukan karena relevansi atau pertukaran perspektif yang kaya.
Untuk keluar dari dua jebakan ini, Prof. Brian Uzzi menyarankan solusi sederhana namun sangat efektif: shared activities atau aktivitas bersama. Dengan mengikuti kegiatan lintas kelompok atau minat, kita membuka ruang bertemu dengan orang-orang yang benar-benar berbeda secara latar belakang dan cara pikir. Aktivitas bersama menciptakan titik temu, bukan karena kesamaan atau kedekatan, tetapi karena kolaborasi.
Contoh praktisnya adalah makan siang bersama kolega lintas divisi, mengikuti proyek lintas departemen, atau bergabung dalam komunitas yang tidak biasa kita ikuti. Dalam konteks organisasi, aktivitas ini bisa dikemas dalam bentuk cross-functional team, seperti yang dilakukan oleh Markus—sebuah tim internal dibentuk dengan anggota dari berbagai divisi untuk mengikuti kompetisi. Hasilnya, hubungan antaranggota jadi lebih kuat, dan sudut pandang dalam menyelesaikan masalah jadi lebih kaya.
Networking yang efektif bukan soal seberapa banyak orang yang kita kenal, tetapi seberapa beragam dan bermaknanya koneksi tersebut. Menghindari jebakan kesamaan dan kedekatan bisa memperluas cakrawala, memperkaya perspektif, dan membuka lebih banyak peluang. Mulailah dengan membuka ruang untuk aktivitas lintas komunitas dan latar belakang. Siapa tahu, dari sana muncul inspirasi dan kolaborasi yang sebelumnya tidak pernah Anda bayangkan.
Jika teman – teman punya pengalaman lain, silahkan komentar di bawah yah.. Tentu setiap individu memiliki sudut pandang lain mengenai networking ini. Salam sukses, salam Satoeasa untuk Indonesia.
Menarik Untuk Ditonton : Cara Menjadi Kaya Dengan Mengenali Sidat Dasar Uang
Mau Konsultasi?