Inspirasi Bisnis ~ Huawei, raksasa teknologi asal Tiongkok, menghadapi tekanan besar dari negara-negara Barat sejak 2019. Pemerintahan Donald Trump memasukkan Huawei ke dalam entity list Departemen Perdagangan AS, yang melarang perusahaan tersebut mengakses teknologi buatan Amerika Serikat. Akibatnya, Google, Intel, dan Qualcomm langsung menghentikan kerja sama mereka dengan Huawei. Larangan ini memutus rantai pasok Huawei, termasuk akses ke Android dan Google Mobile Services yang menjadi komponen penting untuk pasar internasional. Situasi semakin sulit pada 2020 ketika aturan baru melarang Huawei mengakses pasokan chip dari TSMC di Taiwan.
Tekanan tidak hanya datang dari AS. Pada Juli 2020, Inggris melarang penggunaan perangkat Huawei dalam jaringan 5G mereka dan memerintahkan penggantian perangkat tersebut sebelum 2027. Jerman dan Prancis juga ikut memperketat aturan terhadap Huawei. Langkah-langkah ini membuat bisnis flagship Huawei tersendat.
Namun, Huawei tidak jatuh. Sebaliknya, mereka bangkit dengan cara yang luar biasa. Pada Agustus 2023, Huawei meluncurkan smartphone Mate 60 Pro yang menggunakan chip 7 nanometer buatan dalam negeri, Kirin 9000S, serta sistem operasi sendiri bernama HarmonyOS. Langkah ini menunjukkan bahwa Huawei berhasil mandiri dari teknologi buatan Barat.
Perjalanan Huawei dimulai pada 1987 ketika Ren Zhengfei, seorang mantan insinyur militer Tiongkok, mendirikan perusahaan teknologi di Shenzhen dengan modal 21.000 yuan. Awalnya, Huawei hanya bertindak sebagai distributor alat komunikasi. Namun, Ren menyadari bahwa untuk berkembang, Huawei harus menciptakan produk sendiri. Produk pertama mereka, switch telepon C&C08, sukses di pasar domestik dan membuka jalan bagi Huawei untuk menembus pasar internasional, dimulai dengan Hong Kong pada 1997.
Menarik Untuk DIbaca : Berbisnis Dengan Allah
Sejak awal, Ren Zhengfei merancang Huawei untuk tidak bergantung pada teknologi Barat. Dia melihat ketergantungan tersebut sebagai risiko besar yang harus dihindari. Oleh karena itu, Huawei berinvestasi besar-besaran dalam penelitian dan pengembangan (R&D), termasuk membuka pusat R&D di India.
Memasuki era 2000-an, Huawei semakin agresif dengan ekspansi ke Eropa dan Amerika. Mereka bermitra dengan perusahaan besar seperti 3Com dan Symantec serta menciptakan inovasi di teknologi jaringan LTE. Negara-negara Barat yang awalnya skeptis mulai melirik Huawei berkat inovasi dan kualitas produknya. Pada 2010, Huawei telah menjadi salah satu pemain utama di industri teknologi global, dengan produk dan jaringannya tersebar di lebih dari 170 negara.
Keberhasilan Huawei mencapai puncaknya dengan pengembangan teknologi 5G, yang dianggap sebagai terobosan luar biasa. Namun, langkah ini memicu kecurigaan Amerika Serikat. AS menuding Huawei digunakan oleh Pemerintah Tiongkok untuk spionase melalui perangkatnya. Pada 2012, DPR AS telah memperingatkan potensi ancaman keamanan dari Huawei dan ZTE. Tuduhan ini semakin memanas ketika CFO Huawei, Meng Wanzhou, dituduh menipu bank terkait transaksi anak perusahaan Huawei, Skycom, dengan Iran. Penangkapannya di Kanada memperburuk hubungan diplomatik antara AS, Kanada, dan Tiongkok.
Meski menghadapi tekanan besar, Huawei menunjukkan kemampuan bertahan yang luar biasa. Keputusan Huawei untuk mengembangkan teknologi dalam negeri, termasuk chip dan sistem operasinya sendiri, membuktikan bahwa tekanan dari Barat malah memacu mereka menjadi lebih kuat dan independen. Kini, Huawei menjadi simbol kebangkitan teknologi Tiongkok yang mampu bersaing di panggung global.
Pada tahun 2019, pendapatan Huawei masih meningkat sebesar 19,1% menjadi 858,8 miliar yuan, meskipun angka tersebut jauh di bawah target awal. Memasuki tahun 2020, tekanan terhadap Huawei semakin berat. Pendapatan mereka hanya tumbuh 3,8% menjadi 891,4 miliar yuan dengan laba bersih 64,6 miliar yuan, kenaikan yang sangat tipis dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini membuktikan bahwa sanksi Amerika Serikat sangat terasa dampaknya bagi Huawei. Situasi menjadi lebih sulit ketika pandemi melanda, menghantam seluruh sektor bisnis.
Sanksi terhadap Huawei tidak hanya sebatas pelarangan akses ke Android. Pada Mei 2020, pemerintah AS mengeluarkan aturan baru yang memutus akses Huawei ke pasokan chip semikonduktor, sehingga Huawei tidak lagi dapat memperoleh pasokan chip dari TSMC di Taiwan. Sanksi ini menghentikan produksi flagship mereka. Huawei pun terpaksa mencari cara untuk bertahan. Tekanan dari AS juga memengaruhi keputusan politik di Eropa. Pada Juli 2020, Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, melarang penggunaan perangkat Huawei di jaringan 5G dan memerintahkan semua perangkat Huawei diganti sebelum 2027. Langkah ini diikuti oleh Jerman dan Prancis, yang semakin memperketat aturan terhadap Huawei, sehingga memastikan pintu Eropa tertutup bagi perusahaan tersebut.
Namun, Huawei sudah mempersiapkan diri menghadapi sanksi ini. Pendiri Huawei, Ren Zhengfei, telah lama menyadari bahaya ketergantungan pada teknologi impor. Sejak 2012, Huawei mulai mengembangkan sistem operasi alternatif bernama HarmonyOS. Ketika akses ke Android ditutup, mereka sudah memiliki cadangan. HarmonyOS akhirnya dirilis pada 2019. Selain itu, Huawei juga mengembangkan teknologi 5G, kecerdasan buatan, dan komputasi awan, didukung dengan investasi besar-besaran dalam penelitian dan pengembangan. Sebanyak 14% pendapatan perusahaan digunakan untuk R&D. Huawei juga bermitra dengan universitas dan lembaga riset dunia, termasuk menjalin kerja sama dengan Leica pada 2016 untuk mengembangkan teknologi kamera ponsel.
Di tengah blokade Amerika dan negara-negara Eropa, Huawei mampu membuat gebrakan besar. Pada Agustus 2023, mereka meluncurkan Mate 60 Pro, sebuah smartphone yang menggunakan chip Kirin 9000S buatan dalam negeri dengan teknologi 7 nanometer yang dikembangkan oleh SMIC, produsen semikonduktor terbesar di Tiongkok. Awalnya, banyak pihak meragukan kemampuan chip buatan SMIC, mengingat absennya alat litografi canggih EUV dari ASML Belanda. Namun, performa Mate 60 Pro membuktikan sebaliknya. Smartphone ini memiliki daya tahan baterai yang luar biasa, mendukung jaringan 5G lokal, menggunakan lensa kamera telemacro, dan menawarkan performa gaming yang kuat. Peluncuran Mate 60 Pro menunjukkan bahwa Huawei tetap mampu bersaing meskipun berada di bawah tekanan sanksi internasional.
Selain itu, Huawei telah mengganti Oracle dengan sistem MetaERP buatan sendiri. Sistem ini memungkinkan Huawei untuk mengintegrasikan seluruh operasional keuangan dan jaringan produksi mereka tanpa campur tangan pihak asing. HarmonyOS pun semakin matang, mampu menjalankan hampir semua aplikasi Android dan menjadi alternatif bagi pasar global. Untuk mencapai ini, Huawei menghabiskan tiga tahun mengganti sekitar 13.000 komponen yang terdampak sanksi AS. Mereka juga menjalin kolaborasi dengan 88 perusahaan di 75 negara untuk membangun kembali ekosistem teknologi mereka.
Perlawanan Huawei menjadi pukulan balik bagi AS. Perusahaan-perusahaan teknologi Amerika seperti Nvidia dan Qualcomm kini terancam kehilangan pangsa pasar di Tiongkok. Kebangkitan Huawei menunjukkan bahwa Tiongkok perlahan-lahan mampu mandiri dan mengurangi ketergantungan pada teknologi buatan AS. Departemen Perdagangan AS pun semakin memperketat kebijakan dengan mencabut izin ekspor semikonduktor ke Huawei. Banyak pihak menilai kebijakan ini bukan lagi soal keamanan nasional, melainkan upaya mempertahankan dominasi teknologi Barat di tengah kebangkitan Tiongkok.
Huawei membuktikan bahwa isolasi bukan berarti kekalahan. Melalui inovasi seperti HarmonyOS Next dan chip Kirin 9000S, Huawei berhasil membebaskan diri dari ketergantungan pada teknologi asing. HarmonyOS Next, yang benar-benar berbeda dari Android, dibangun dari nol dengan teknologi dan kernel milik Huawei sendiri. Meskipun menghadapi tantangan awal, Huawei berhasil menarik lebih dari 15.000 aplikasi untuk mendukung HarmonyOS Next melalui kemitraan dengan lebih dari 10.000 mitra lokal. Di Tiongkok, dominasi Android mulai tergerus. Laporan terbaru menunjukkan bahwa pangsa pasar Android turun dari 72% menjadi 70% pada kuartal ketiga 2024, sementara HarmonyOS naik dari 13% menjadi 15%.
Huawei, yang pernah dianggap terpojok, kini berubah menjadi ancaman bagi dominasi teknologi Barat. Mereka menunjukkan bahwa tekanan bisa menjadi energi untuk bangkit dan melompat lebih tinggi. Dengan inovasi dan keberanian untuk mandiri, Huawei tidak hanya bertahan tetapi juga menjadi pesaing kuat di pasar global. Kisah Huawei mengingatkan bahwa saat satu pintu tertutup, selalu ada jalan lain yang bisa ditemukan.
Menarik Untuk Ditonton : Digital Marketing
Mau Konsultasi?