Apa yang dilakukan Tata kerap kali melawan logika maupun kaidah bisnis, namun Tata berulang kali membuktikan bahwa bisnis yang baik adalah bisnis yang berbasis kebaikan. Dalam perjalanan bisnisnya yang hampir dua abad, Tata kerap dihadapkan pada dilema antara keuntungan atau kebaikan. Bagaimana kebaikan bisa menjadi kunci sukses sebuah bisnis komersial berskala global? Pada 9 Oktober 2004 lalu, Ratan Tata, sang pemimpin legendaris, meninggal dunia. Bagaimana nasib Tata selanjutnya? Sejauh mana Tata mampu mempertahankan nilai-nilai sosial dalam bisnisnya?
Jamsetji Nusserwanji Tata lahir di India pada tahun 1839. Ia memulai karier sebagai pedagang tekstil sebelum mendirikan perusahaan trading di Bombay, yang sekarang dikenal sebagai Mumbai. Tidak ingin hanya berfokus pada perdagangan, Tata memiliki mimpi besar untuk mengubah nasib India yang terjajah.
Ia percaya bahwa kemajuan dan kemandirian adalah hal yang esensial dan bahwa India tidak akan maju jika terus bergantung pada negara lain. Tata bermimpi membangun industri yang bisa mendukung kemandirian India. Pada tahun 1877, Tata mewujudkan sebagian dari impiannya dengan mengubah pabrik minyak tua di Bombay menjadi pabrik tekstil modern yang diberi nama Empress Mills.
Menarik Untuk Dibaca : Nasib Goggle
Selanjutnya, ia berfokus pada industri baja, sebuah sektor yang dianggap vital untuk pembangunan infrastruktur dan kemandirian ekonomi. Meski dipandang sebelah mata oleh pemerintah kolonial Inggris, Tata tidak patah semangat. Ia pergi ke luar negeri, termasuk ke Amerika, untuk mempelajari teknologi terbaru dan mengunjungi pembangkit listrik Niagara yang menginspirasi dirinya untuk merencanakan pembangkit serupa di India.
Kembali ke India, Tata membangun desa Sakchi dengan harapan mengubahnya menjadi kota industri yang lengkap dengan fasilitas seperti pabrik baja, perumahan, sekolah, dan fasilitas kesehatan bagi pekerja. Sayangnya, Tata wafat pada tahun 1904 sebelum mimpinya sepenuhnya terwujud. Namun, perjuangannya tidak sia-sia. Putranya, Dorabji Tata, melanjutkan legasi ayahnya dan pada tahun 1907 mendirikan Tata Iron and Steel Company di atas fondasi yang telah dibangun oleh ayahnya. Desa Sakchi kemudian berganti nama menjadi Jamshedpur, yang kini dikenal sebagai kota baja dan simbol kebangkitan industri India.
Selama Perang Dunia, Tata Steel menghadapi tantangan ekonomi namun tetap bertahan berkat prinsip integritas dan nilai-nilai sosial yang kuat. Pada Perang Dunia Kedua, produksi baja meningkat signifikan untuk membantu Inggris berperang. Setelah perang, Tata Steel menjadi simbol kebanggaan nasional.
Tata terus berkembang, merambah bisnis telekomunikasi dan lainnya di era 1950-an, dan berhasil melewati berbagai tantangan ekonomi dengan memanfaatkan liberalisasi ekonomi pada 1991. Ratan Tata, pemimpin saat itu, mengadakan reformasi besar-besaran, melakukan diversifikasi produk, dan ekspansi internasional.
Tata tumbuh menjadi perusahaan yang sangat berpengaruh di India. Namun, kebesaran sejati Tata bukan hanya pada omset atau keuntungan usahanya, melainkan pada nilai-nilai luhur yang menjadi kompas organisasi dan budaya kerja di perusahaannya. Komitmen terhadap nilai-nilai sosial tertanam kuat di Tata. Salah satu contohnya adalah ketika Tata Tea Limited mengakuisisi Tetley Tea Company dari Inggris pada tahun 2000. Alih-alih menjual aset dan melepaskan tanggung jawab sosial, Tata tetap mendukung komunitas lokal. Tata kemudian menjual sebagian besar perkebunan tehnya di Munnar, India, kepada para mantan karyawan mereka. Mereka mendirikan perusahaan baru, Kanan Devan Hills Plantation Company, yang hingga kini masih dioperasikan oleh mantan karyawan.
Perusahaan baru tersebut terus mendapat dukungan dari Tata dalam berbagai bentuk, seperti layanan kesehatan, perumahan gratis untuk pekerja perkebunan, serta sekolah dan pusat pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Tata juga tetap menjadi salah satu pelanggan utamanya untuk memastikan stabilitas permintaan dan harga yang kompetitif. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya komitmen Tata terhadap masyarakat yang telah mendukung bisnis mereka selama lebih dari satu abad.
Pada pertengahan 2000-an, keluhuran moral perusahaan diuji. Divisi penerbitan Tata mengusulkan agar grup Tata terjun ke industri film. Para eksekutifnya melihat booming Bollywood sebagai peluang yang tak boleh dilewatkan. Mereka mengatakan bahwa semua orang menghasilkan uang dari Bollywood, mengapa Tata tidak? Namun, Tata memegang teguh prinsipnya.
Mereka selalu menjauhi industri yang mereka anggap sebagai “industri dosa,” seperti tembakau, alkohol, perjudian, dan perfilman, yang sering dikaitkan dengan kejahatan terorganisir di India. Usulan tersebut dibahas serius oleh pimpinan tertinggi, termasuk Jamsetji Irani, wakil ketua Tata Sons. Akhirnya, keputusan tegas diambil: Tata tidak mau terlibat dalam bisnis yang tidak sejalan dengan nilai-nilai mereka.
Tata adalah sebuah grup konglomerat di India yang membuktikan bahwa bisnis yang dibangun di atas nilai-nilai sosial mampu menguntungkan dan tumbuh berkelanjutan dalam kondisi apapun. Ketika mereka mendirikan unit produksi film dengan dukungan investor luar, Tata menyadari bahwa proyek tersebut tidak sesuai dengan prinsipnya.
Mereka menjual seluruh saham dan mencabut nama Tata dari proyek tersebut karena bagi mereka, mempertahankan integritas lebih penting daripada mengejar keuntungan. Sejak tahun 1991, Tata telah menginvestasikan 20 miliar USD dalam akuisisi internasional, termasuk pembelian Corus Limited oleh Tata Steel seharga 12,1 miliar USD pada tahun 2007, yang menjadikan Tata Steel salah satu produsen baja terbesar di dunia. Sayangnya, krisis ekonomi global tahun 2008 menghantam sektor otomotif dan baja, sehingga keuntungan Tata berkurang secara signifikan. Namun, Tata tetap menunjukkan kepedulian terhadap masalah sosial dan berkomitmen untuk menjaga kesejahteraan komunitas serta karyawannya.
Dalam hal kepedulian sosial, Tata memang menjadi panutan. Mereka selalu mengutamakan inovasi yang berdampak sosial, seperti ketika Tata Motors meluncurkan mobil Tata Nano seharga 2.500 USD agar masyarakat menengah ke bawah dapat memiliki alat transportasi yang aman dan nyaman. Mereka juga menciptakan Tata Swach, alat pemurni air dengan harga kurang dari 21 USD, yang memadukan inovasi teknologi dengan kepedulian sosial. Tata terus memberikan solusi bagi jutaan warga India untuk mengatasi kesulitan hidup. Cara Tata berbisnis yang mengutamakan kesejahteraan sosial tidak hanya berdampak pada masyarakat India, tetapi juga masyarakat di negara-negara lain. Tata membawa nilai-nilai sosial ketika berekspansi secara global, membuktikan bahwa perusahaan bisa sukses finansial sambil tetap menjalankan tanggung jawab sosial.
Salah satu contohnya adalah ketika tragedi Mumbai 2008 terjadi, saat hotel milik mereka, Taj Mahal Palace, diserang dan dirusak oleh teroris. Tata tidak hanya memulihkan bisnisnya, tetapi juga memberikan bantuan kepada para korban, termasuk pegawai hotel, keluarga, para tamu, dan orang-orang yang terdampak secara tidak langsung. Mereka memberikan bantuan medis, pendidikan, hingga konseling dan mata pencaharian bagi keluarga korban.
Dalam berekspansi secara global, Tata tetap mempertahankan budaya kerja yang mereka bangun, meskipun pegawainya berasal dari berbagai negara. Mereka menerapkan pendekatan yang lebih fleksibel dalam mengelola tenaga kerja multinasional, mengurangi hierarki yang kaku, dan melakukan pendekatan yang lebih dinamis. Meskipun demikian, Tata masih menghadapi tantangan, seperti ketika mereka menutup salah satu pabrik di Inggris dan mendapat reaksi keras dari serikat pekerja dan politisi setempat. Tata tetap optimis bahwa pendekatan yang menggabungkan tanggung jawab sosial dengan strategi bisnis inovatif adalah jalan yang benar, sembari terus berinovasi dan menjaga hubungan baik dengan komunitas.
Prinsip-prinsip yang ditanamkan Jamsetji Tata telah menjadi nafas kehidupan Tata Group selama 150 tahun. Prinsip Tata berpandangan bahwa bisnis tidak hanya bertujuan menghasilkan keuntungan, tetapi juga menciptakan manfaat bagi masyarakat. Tata Group selalu berusaha menyeimbangkan kesuksesan komersial dengan kontribusi sosial di semua lini bisnisnya. Para pemimpin Tata memiliki komitmen yang mendalam terhadap pembangunan sosial, pendidikan, dan kesejahteraan karyawan, mulai dari Jamsetji, Sir Dorabji, Sir Ratan, GRD, hingga Ratan Tata. Pertanyaannya kini, dapatkah Tata Group mempertahankan etika, nilai, dan komitmen sosial mereka? Mampukah mereka tetap teguh pada warisan yang telah dibangun dengan penuh integritas?
Pertanyaan-pertanyaan ini muncul setelah Ratan Tata wafat pada 9 Oktober 2024 di usia 86 tahun. Sosok legendaris dunia bisnis ini telah mewariskan Tata Trust, sebuah yayasan amal yang menggunakan sebagian besar keuntungan perusahaan untuk mendukung program-program pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat miskin di India.
Kepemimpinan Tata Trust kini dilanjutkan oleh Noel Tata, saudara tiri Ratan, yang sudah lebih dari 40 tahun berkiprah di Tata Group. Dari perjalanan Tata Group, kita diingatkan bahwa ketika bisnis berakar pada nilai, ia mampu menciptakan dampak yang besar dan bernilai. Bisnis menjadi misi luhur, karena upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat melekat pada setiap langkahnya. Jamsetji Tata telah mengajarkan bahwa manusia dan komunitas adalah inti dari setiap keputusan strategis. Di setiap pabrik yang ia bangun dan produk yang ia ciptakan, tertanam keyakinan bahwa kemajuan ekonomi tidak berarti tanpa kemajuan sosial.
Dengan keyakinan itu, Tata telah merajut etos perusahaan yang mengutamakan kebermanfaatan. Di tengah derasnya arus kapitalisme global, Tata tetap teguh pada prinsip dan menolak godaan untuk cepat meraih keuntungan yang dapat mengikis integritas. Saat banyak bisnis terjebak dalam kalkulasi material, Tata menjadikan etika sebagai panduan. Tata juga mengajarkan bagaimana sebuah perusahaan bisa menjadi perwujudan harapan dan kemuliaan.
Sukses sejati bukan hanya tercermin dari kemakmuran, tetapi dari jejak kebaikan yang ditinggalkannya. Dunia telah diperlihatkan bahwa bisnis yang bijak adalah bisnis yang tidak hanya menaklukkan pasar, tetapi juga menaklukkan hati banyak orang dengan membawa perubahan positif. Akhirnya, saya mengetuk hati Anda untuk bersama-sama membangun usaha yang bermanfaat, bukan hanya untuk mencari keuntungan, tetapi juga untuk meninggalkan banyak jejak kebaikan.
Menarik Untuk Ditonton : Kisah Ibu Rumah Tangga Sukses Bisnis
Mau Konsultasi?